Sunday, August 02, 2009

Acara Di Gedung Juang Nasional...

Siang itu sekitar pukul 11.30 wib hari rabu tanggal 29 Juli 2009, saya telah sampai di Gedung Juang Nasional daerah senin jakarta pusat. Hari itu ada seminar tentang menakar kepemimpinan bangsa indonesia di masa yang akan datang. Pembicaranya tidak diragukan lagi dan sangat ahli di bidangnya yaitu:
1. Bapak Frans Magnis Suseno
2. Bapak Azumardi Azra
3. Bapak Rizal Ramli
4. Bapak Syafi'i Ma'arif sebagai pengantarnya

Bukan hanya pembicaranya yang keren, pesertanya juga saya lihat keren-keren dan dari berbagai latar belakang seperti:
1. Aktivis organisasi
2. Dosen
3. Mahasiswa
4. Masyarakat
5. Pejabat
6. Dan beberapa cucu pejuang Indonesia

Saya pertama masuk ke Gedung Juang tersebut sedikit memaki diri sendiri dan sebel sama diri sendiri, hampir empat tahun saya di Jakarta tapi baru tahu bahwa ada Gedung Juang yang sangat sarat dengan suasana perjuangan. Saya hampir menangis dan trenyuh ketika melihat tingginya bangunan yang menjulang, apalagi setelah masuk ke aula tempat acara dimana di dinding-dinding terpasang photo-photo para pahlawan nasional Indonesia. Saya jadi teringah ketika menanyakan ke murid saya:
Saya: "Bagaimana pahlawan menurut kalian anak-anak?"
Murid: "Pahlawan adalah orang yang rela mati untuk negara Indonesia."
Saya: "Yang lainnya?"
Murid: "Pahlawan adalah orang yang berani dan tangguh serta berjuang sampai titik darah penghabisan".
Saya: "Yang lain lagi?"
Murid: "Pahlawan adalah orang yang tidak bisa dinilai jasa-jasanya."
Saya: "Sekarang saya tanya, jika tiba-tiba Indonesia di serang oleh musuh apa yang bisa kalian lakukan untuk Indonesia tercinta?"
Murid-murid: "Saya akan ikut membela Indonesia, saya akan berperang, saya akan mengatur rencana, saya akan bergabung dengan tentara Indonesia, saya akan rela mati untuk Indonesia."
Saya: "Jawaban kalian sungguh luar biasa anak-anak, saya salut sama kalian semuanya, kalau demikian berarti kalian siap untuk perang kan?"
(sunyi tidak ada yang menjawab)

Dari acara tersebut ada beberapa hal yang akhirnya mengganjal benak saya:
1. Politisi yang Negarawan atau Negarawan yang Ahli Politik

Bapak Syafi'i Ma'arif menyampaikan betapa orang telah memisahkan antara negarawan dengan politisi, sehingga politisi kerjanya hanya ngurusi politik sedangkan hanya negarawan saja yang saat ini bisa diandalkan oleh negara untuk membenahi negara menjadi lebih baik lagi. Beliau seperti ingin mengatakan bahwa masyarakat dan negara tidaklah perlu berharap banyak dari para politisi Indonesia saat ini, bukan karena tidak percaya tapi realitasnya memang mengatakan demikian. Dari pendapat beliau tersebut saya lebih berfikir secara agak khayal, bagaimana seandainya ada politisi yang negarawan? atau seorang negarawan yang juga ahli dalam bidang politik? Dalam benak subjektif saya, saya sangat mengharapkan ada orang-orang yang paham akan manajerial teknis negara sehingga bisa kita percaya untuk membangun negara dan dia juga seorang yang mempunyai sifat yang mulia sehingga hanya mementingkan urusan rakyat dibandingkan dengan urusannya sendiri.

Tentu itu bukan hanya harapan saya dan pastinya menjadi harapan semua orang, apalagi di tengah kondisi Indonesia yanga sangat terpuruk saat ini. Saya masih yakin dengan sepenuh hati, bahwa sebenarnya masih banyak orang-orang baik dan jujur yang layak memimpin negeri Indonesia tercinta. Orang baik dan jujur adalah orang yang benar-benar punya prinsip kuat sehingga tidak akan terpengaruh oleh sistem yang telah terbangun di Indonesia. Tapi saya tidak tahu, barangkali baik dan jujur menurut saya berbeda maknanya dengan baik dan jujur menurut orang lain. Karena saat ini orang hampir-hampir muak menafsir tentang kebaikan dan kejujuran.

2. Pasal yang di Khianati Oleh Negara

Saya ketika Bapak Syafi'i Ma'arif membacakan makalahnya sebagai pengantar acara saya menikmatinya dengan seksama, sampai pada paragraf terakhir saya baru kaget dan tersentak tentang beberapa kalimat yang ditegaskan oleh beliau yaitu: bahwa sila ke lima dari pancasila adalah pasal yang dikhianati oleh pemerintah Indonesia. Di khianati karena sila ke lima tentang: keadilan sosial bagi rakyat Indonesia tidak bisa terwujud dengan baik bahkan sama sekali tidak ada niat dari pemerintah untuk mewujudkan sila ke lima tersebut. Keadilan hanya seolah menjadi simbol kata yang hanya bisa didengungkan sebagai janji-janji bukan sebagai bukti nyata. Dan hampir semua orang menjanjikan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, meski realitasnya keadilan belum memihak kepada orang-orang miskin. Hanya orang-orang tertentu yang mengecam keadilan, dan itupun jumlahnya sangat sedikit.

3. Tentang Ketuhanan yang Maha Esa

Dulu sila satu pancasila pernah agak ekstrim yang berbunyi: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Saya bilang agak ekstrim karena Indonesia adalah negara dengan banyak agama dan dengan latar belakang dijajah yang cukup lama, sehingga akan sangat berat jika diberlakukan pasal tersebut. Bukan akan mendamaikan tetapi sepertinya justru akan lebih mengacaukan Indonesia. Saya lebih setuju dengan Ketuhanan yang maha esa karena maknanya lebih universal dan melindungi semua agama yang ada di Indonesia.

Kemudian selain dari masalah sila ketuhanan yang maha esa, saya juga berfikir tentang bagaimana keagamaan masyarakat Indoensia yang mayoritas Islam dan hampir semuanya memiliki agama. Baiknya tentu masyarakat beragama dan agamis kelakuannya, meskipun dalam realitasnya banyak orang-orang beragama yang tingkah lakunya tidak agamis. Bukan berarti saya sepakat dengan masyarakat yang tidak beragama tapi agamis ya? Saya hanya berfikir saja, kok bisa ada ya masyarakat yang tidak beragama secara teks tetapi tingkah lakunya sangat agamis dan mulia. Saya kita itu patut untuk di diskusikan lebih jauh dan lebih detail lagi, supaya semua orang bisa paham bahwa agama itu tidak hanya secara tekstual tetapi juga harus kontekstual.

4. Tentang Seniman yang Merasa Terpinggirkan

Saya bukan seniman dan saya juga belum lama kenal dengan beberapa seniman, mereka pernah cerita ke saya betapa kadang pemerintah seperti mencampakkan keberadaan para seniman. Mereka merasa bahwa pemerintah kurang peduli dan membantu mereka dalam mengembangkan karya-karyanya. Padahal karya yang mereka ciptakan benar-benar tulus untuk membangun negeri Indonesia tercinta. Saya bilang aja ke teman saya itu, bahwa pemerintah terlalu banyak kerjaan dan terlalu sibuk sehingga tidak mungkin mengurusi semua masalah yang ada di Indonesia. Atau jangan-jangan karena di Indonesia terlalu banyak masalah, sehingga pemerintah kebingungan mau menyelesaikan yang mana dulu.

5. Rendahnya Semangat Nasionalisme anak Muda

Saya tidak tahu kenapa anak-anak smu begitu tidak peduli dengan masalah-masalah di negerinya. Negeri yang seharusnya dicintainya dengan segenap hati dan jiwa. Apakah karena orang tua mereka tidak pernah mengajari untuk mencintai Indonesia? Saya kira tidak mungkin ada orang tua yang mengajarkan anaknya untuk membenci Indonesia. Atau memang mereka telah melihat sendiri bagaimana buruknya tatanan sistem di Indonesia dan kemudian mereka memunculkan sendiri pandangannya tentang Indonesia? Bisa jadi, karena smu memang bukan anak kecil lagi bahkan mereka sudah sangat dewasa. Apapun alasannya, saya melihat betapa rendahnya semangat nasionalisme anak-anak smu sekarang. Dan karena alasan itu, semua orang tua dan semua guru berkewajiban mengarahkan anak-anaknya dan murid-muridnya agar lebih bisa menghargai negeri Indonesia. Bukan hanya menghargai tetapi juga berfikir untuk memberikan yang terbaik bagi negerinya tercinta.

Selesai acara saya mencoba melihat beberapa orang yang masih tinggal sama seperti saya. Betapa semangatnya mereka dengan seminar ini, dan saya melihat ketulusan-ketulusan mereka untuk membangun negeri Indonesia yang sudah kehilangan banyak kepercayaan bahkan dari rakyatnya sendiri. Tapi dengan lantang saya katakan: saya masih percaya dengan negara Indonesia dan saya tetap semangat memberikan cinta saya untuk Indonesia tercinta. Sebelum mulai acara saya sempat ditawari panitia untuk jadi dirijen lagu Indonesia raya, saya benar-benar tidak bisa sehingga saya menolak tawaran panitia. Saya kaget ketika dia bilang: "berarti tidak nasionalis dung?" Saya kaget bukan karena marah tetapi saya malah mencoba untuk mereview diri sendiri, jangan-jangan meskipun saya guru PPKn saya memang benar-benar belum nasionalis?

0 comments:

Post a Comment

 

Site Info

Welcome to my blog, this blog after upgrade theme.

Text

Berjuang Untuk 'Nilai' Copyright © 2009 imma is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template @rtNyaDesign Design My Blog