Saturday, August 29, 2009

Work Shop Komnas Perempuan...

Saya dulu sebelum ikut TOT pelatihan sadar gender di bogor sama sekali tidak tertarik dengan masalah-masalah yang berhubungan dengan perempuan. Saya tidak tertarik bukan tidak simpati atau empat, tetapi lebih pada pemahaman saya waktu itu yang bilang bahwa perempuan ya perempuan, jadi tidak perlu dikhawatikan atau diperbincangkan. Awal masuk kuliah di unnes berbarengan dengan masuknya saya di organisasi IRM tingkat wilayah jawa tengah. Saya ketika itu diutus oleh bidang irmawati untuk ikut TOT PSG di bogor. Karena tugas dan juga saya senang, maka saya memutuskan untuk ikut kegiatan tersebut. Saya sempat mengalami gejolak kejiwaan tentang apa yang disampaikan dalam acara tersebut, meski akhirnya di masa depan tidak berakibat buruk seperti bayanganku ketika itu. Karena ternyata ilmu yang saya dapatkan di TOT tersebut sangat bermanfaat bagi kehidupan saya di masa depan. Terutama bagi bekal pemahaman saya terhadap kasus-kasus yang menghinggapi perempuan.

Pada work shop di komnas kemaren membahas tentang perempuan-perempuan korban pelecehan di daerah konflik atau daerah yang rawan konflik. Ada teman-teman lsm yang sengaja didatangkan dari Aceh, Poso, Ambon, dan NTT. Mereka sengaja didatangkan jauh dari tempat tinggalnya untuk berbagi cerita tentang masalah yang sedang akan di bahas oleh peserta work shop.

Dari pemaparan teman-teman dari daerah tersebut, bisa disimpulkan bahwa perempuan korban-korban konflik benar-benar ada, dan mereka sampai sekarang banyak yang belum bisa tersenyum karena para pemerkosanya belum bisa dijebloskan ke penjara. Perempuan-perempuan tersebut juga masih harus menanggung beban klaim dan pencitraan buruk dari orang-orang disekitarnya. Orang-orang picik dan bodoh yang tidak pernah merasakan betapa sakitnya diperkosa, orang-orang yang hanya bisa mencemooh tanpa memberi masukan yang berarti.

Seperti kasus di daerah aceh, ada banyak perempuan yang dipaksa oleh aparat untuk melayani nafsunya. Perempuan itu sangat tidak bisa menolak karena aparat tersebut berjumlah sangat banyak, dan mereka cenderung menggunakan kekerasan jika si perempuan menolak untuk melayani nafsu bejatnya. Tidak sedikit yang akhirnya sampai hamil dan anak-anaknya tidak mempunyai bapak. Para perempuan tersebut menanggung banyak beban termasuk beban mengasuh anaknya seorang diri.

Saya pribadi dan selurush peserta work shop sangat geram mendengar cerita kekerasan terhadap perempuan, termasuk kasus yang menimpa pada patricia yang diperkosa di perbatasan NTT dan Timor Leste. Tentunya kegeraman itu tidak lantas mendiamkan kami semua, justru membuat kami semakin obsesif dan agrasif untuk terus memperjuangkan hak-hak perempuan yang selama ini masih tertindas. Seperti kata bapak Munir Mulkhan: perempuan saat ini di bawah laki-laki dan untuk menyamakan kaum perempuan dengan laki-laki, perempuan harus mampu menjadi di atas laki-laki terlebih dahulu baru menyamakan diri dengan laki-laki.

Teman-teman peserta juga masih memepertanyakan tentag otoritas agama yang masih begitu besarnya dalam pola hubungan rumah tangga. Masih ada pemahaman agama yang seolah membenarkan bahwa laki-laki boleh berkuasa terhadap istrinya, bahkan istri tidak diberi kesempatan untuk melakukan apapun tanpa seijin suaminya. Teks-teks agama masih bias gender dan masih mengusung kepentingan kaum laki-laki.

Selain otoritas agama yang sampai saat ini tidak pernah selesai dengan tuntas, peserta juga membahas tentang kasus perkosaan jika dilakukan oleh aparat pemeritahan maka kasusnya dapat dipastikan akan sulit diungkap dan kalaupun bisa diungkap akan sangat lama dan berbelit-belit. Berbelit-belit karena ketika aparat melakukan kesalahan maka akan banyak yang melindunginya. Sehingga perempuan yang menjadi korbanya sudah tidak dipedulikan lagi. Bahkan ada beberapa aparat pelaku pemerkosaan menganggap bahwa perkosaan itu terjadi karena kelalaian si perempuan, bukan kesalahan dirinya sebagai pelaku.

Dalam work shop kemaren dibahas tiga hal penting yang harus diseriusi oleh para peserta yaitu:
1. Kebenaran
2. Keadilan
3. Pemulihan

Kebenaran bagaimana kita yang melihat mampu membantu para korban yang mengalami kekerasan, sehingga fakta-fakta kekerasan akan bisa terungkap secara hukum dengan bukti-buktinya. Keadilan yaitu setelah bukti-bukti terkumpul dan berkas disidangkan maka harapannya akan didapatkan keadilan bagi korban dan hukuman bagi si pelaku pemerkosaan atau pelecehan seksual. Sedangkan pemulihan adalah bagaimana agar korban bisa terdampingi dengan maksimal dan benar, sehingga dirinya tidak perlu lagi merasa minder dan merasa berdosa akibat perkosaan yang menimpa pada dirinya.

Adapun masalah tersulit yang dihadapi sebelum menjangkau ketiga masalah tersebut yaitu basic pemahaman masyarakat baik laki-laki dan perempuan yang masih sangat tekstual tidak kompromis. Masyarakat bahkan kaum perempuan sendiri masih berprinsip bahwa masalah rumah tangga adalah masalah domestik yang harus diselesaikan sendiri. Dan orang lain sangat tidak punya hak untuk mencampurinya, apalagi sampai ikut menyelesaikannya. Kemudian laki-laki juga masih susah untuk sadar dan menganggap istrinya sebagai budak bukan sebagai patner. Padahal keadilan dan persamaan akan terwujud jika para laki-laki mulai membuka hatinya untuk menerima perempuan sebagai patner bukan sebagai orang yang lebih rendah dari dirinya.

0 comments:

Post a Comment

 

Site Info

Welcome to my blog, this blog after upgrade theme.

Text

Berjuang Untuk 'Nilai' Copyright © 2009 imma is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template @rtNyaDesign Design My Blog