Monday, March 02, 2009

Cinta Atau Nafsu...

Alkisah ada sebuah cerita tentang percintaan seorang anak remaja, berikut kisahnya:
Ada seorang anak smu cowok namanya didik, dia duduk di bangku kelas 11 ips. Dia mempunyai pacar bernama wati yang juga duduk di bangku kelas 11 jurusan ipa. Karena mereka tidak satu kelas, intensitas pertemuan mereka sangat jarang, paling-paling sepulang sekolah atau jam istirahat.

Suatu hari, didik dekat dengan salah satu guru perempuan yang kebetulan sudah berkeluarga. Didik dekat dengan guru tersebut karena merasa bahwa guru tersebut bisa dijadikan tempat curhat. Didik bahkan biasa bersmsan dengan guru tersebut, sebut saja namanya bu sugy. Bu sugy tidak ada masalah dengan kedekatannya dengan didik, karena bu sugy memang dekat dengan semua murid.

Selama dekat dengan bu sugy, didik tidak pernah bercerita kepada pacarnya wati, karena didik merasa bahwa kedekatannya dengan bu sugy adalah haknya, dan ceweknya tidak mesti harus tahu. Ternyata, dikemudian hari, cewek didik mempermasalahkan kedekatan didik dengan bu sugy. Bu sugy tidak begitu kenal dengan wati, karena bu sugy tidak mengajar di kelas wati.

Suatu hari, wati membuka-buka hp didik, dan wati menemukan sms bu sugy di hp didik. Tiba-tiba wati menjadi sangat cemburu dengan bu sugy, dan wati merasa bahwa bu sugy adalah orang yang menyebabkan didik menjadi menjauhi wati belakangan ini. Karena marah dan cemburu, wati langsung menghubungi bu sugy lewat sms, begini ringkasan dialognya:

wati: ibu suka sama didik?
bu sugy: nggak, didik kan sudah punya kamu?
wati: ibu jujur saja dech, saya tahu kok kalau ibu suka sama didik.
bu sugy: dari mana kamu tahu, kalau saya suka sama didik?
wati: dari sms ibu ke didik.
bu sugy: saya cuma menganggap didik murid dan hanya murid saja, jadi tidak ada alasan bagi kamu untuk cemburu dengan saya.
wati: tapi tetap saja, saya cemburu dengan ibu.
bu sugy: lho kenapa kamu cemburu? saya kan sudah berkeluarga?
wati: saya tetap cemburu dan saya harap ibu tidak usah sms didik lagi.
bu sugy: saya kasih tahu ya, didik tu cinta mati sama kamu, jadi kamu gak perlu meragukan cinta didik buat kamu, so kamu tidak usah cemburu dengan saya, oke?
wati: saya tetap cemburu dengan ibu.
bu sugy: ya kalau kamu pengennya begitu, ya silahkan saja, mohon maaf saya masih ada urusan yang lainnya.

Dari cerita di atas, ada satu pertanyaan yang sangat menggelitik kita semua, benarkah wati sungguh-sungguh mencintai didik? Atau jangan-jangan wati hanya sangat bernafsu dengan didik, dalam artian dia tidak mau didik dimiliki oleh orang lain, sehingga ketika ada orang lain yang dekat denga didik, dia anggap sebagai musuh dan harus disingkirkan.

Jika kita lihat dari cerita di atas, seharusnya wati bisa berfikir secara logis yaitu: bahwa bu sugy adalah guru didik, dan bahwa usia bu sugy dengan didik selisih sekitar kurang lebih 9 tahun. Sehingga seharusnya wati sadar, bahwa bu sugy tidak mungkin merebut didik darinya.

Ternyata, atas nama cinta, wati merasa bahwa cinta itu tidak logis dan cinta itu boleh menghalalkan segala cara. Bahkan wati tidak mencoba berfikir, kenapa didik bisa dekat dengan bu sugy? Jangan-jangan sebagai pacar, dirinya tidak mampu menjadi teman curhat yang baik, sehingga didik lebih memilih orang lain untuk curhat.

Kawan, terkadang dalam mencintai orang, kita terlalu berlebihan dan subjektif. Kita merasa bahwa orang yang kita cintai adalah benar-benar milik kita sepenuhnya. Bahwa orang yang kita cintai tidak boleh bersentuhan dengan orang lain. Bahwa orang yang kita cintai harus selalu ada bersama kita.

Padahal secara nalar sugesti, kita pasti sadar, bahwa dalam berkehidupan, kita memiliki dimensi sosial. Dimensi dimana kita tidak bisa lepas dari berhubungan dengan orang banyak. Dimensi yang mengharuskan kita untuk bersosialisasi. Dimensi dimana kita sangat dibutuhkan oleh orang lain. Dimensi bahwa kita harus aktif dalam organisasi masyarakat. Dimensi yang mengharuskan kita untuk mempunyai karir yang bagus.

Bahkan seorang suami sekalipun, menurut saya tidak punyak hak untuk memiliki istrinya secara utuh. Apalagi hanya seorang pacar, yang tidak mempunyai ikatan hukum apa-apa, kecuali hanya ikatan emosional yang tidak kasat mata.

Sehingga dalam berhubungan dengan seseorang, hendaklah tidak hanya melibatkan emosi dan rasa, tetapi juga harus mengikutsertakan logika, bahwa hidup hanya sekali, dan di kehidupan yang sekali tersebut, hendaknya kita menjadi manusia yang humanis dan bijaksana. Menjadi manusia yang banyak berbakti untuk orang lain. Menjadi manusia yang ketika meninggal ada yang mengenang karena kita memiliki jasa yang layak untuk dikenang.

Intinya, tidak ada alasan bagi seorang laki-laki atau perempuan untu melarang pasangannya menjadi manusia yang berguna untuk banyak orang. Karena setelah menikah sekalipun, suami dan istri tetap mempunyai dimensi sosial masyarakat.

0 comments:

Post a Comment

 

Site Info

Welcome to my blog, this blog after upgrade theme.

Text

Berjuang Untuk 'Nilai' Copyright © 2009 imma is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template @rtNyaDesign Design My Blog