Wednesday, March 18, 2009

Belajar Dari Kematian...

Ternyata, ditinggalkan orang yang kita sayangi terkadang sangat menyakitkan dan bisa merubah cara pandang kita terhadap sesuatu. Memang, kadang kita terlalu berlebihan dengan sesuatu yang kita sayangi dan yang kita cintai. Sehingga tidak jarang orang bunuh diri atau stress gara-gara ditinggal mati atau ditinggal pergi oleh orang yang dikasihinya.

Saat semester satu, saya pernah dekat dengan seorang laki-laki yang kebetulan satu organisasi dengan saya. Dia lebih tua dua tahun di atas saya, dan juga dua tingkat di atas saya secara itungan kuliah. Meskipun satu organisasi, kita beda kampus dan beda daerah tinggal. Saya dekat dengan dia karena kesamaan cara pandang terhadap agama ketika itu. Ketika itu saya termasuk orang yang kata teman-teman saya alim dan rajin beribadah. Nah kebetulan, teman saya yang bernama har adalah orang yang juga kata teman-temannya alim dan juga rajin ibadah. Meskipun kata rajin ibadah bagi saya sekarang sangat subjektif dan sarat dengan makna.

Ketika itu, har sering meminjami saya buku-buku islam, dan ketika bertemu dia sering menyempatkan waktu untuk berdiskusi bersama dengan saya. Kita banyak membicarakan tentang organisasi yang kita geluti dan tentang fenomena keagamaan umat islam pada waktu itu. Kita juga kadang membahas beberapa strategi untuk mengatasi masalah-masalah merosotnya ghiroh keagamaan umat islam kala itu.

Saya kala itu merasa cocok dengan har, dan kita sudah merasa lumayan dekat bagai seorang sahabat yang bisa saling memberi dan menerima kritik saran. Karena saat itu kita sama-sama agak alim, kita menjaga pergaulan dengan sebaik mungkin, dan kita juga menggunakan adab yang tidak menimbulkan fitnah, misalnya dengan tidak berduaan dan mengurangi pertemuan langsung.

Persahabatan kita berlangsung kira-kira hampir satu semester atau enam bulan, sampai akhirnya ada kejadian yang sangat tidak mengenakkan saya dan teman-temannya har. Seminggu sebelum kejadian tersebut, saya sempat bareng har dalam pelatihan tingkat nasional yang diadakan oleh organisasi kita. Karena berada dalam satu tempat, saya cukup banyak waktu untuk berdiskusi dengan har. Dan saat itu, saya merasa nyaman dan mendapat banyak ilmu karena lumayan intens berdiskusi dengan har. Maklum, waktu itu saya baru semester dua dan baru belajar sedikit tentang agama islam. Aneh memang, dan saya yakin ini dialami oleh banyak orang islam yang lain, perasaan tentang: kurang ngerti agama sendiri.

Setelah acara usai, har menemui saya dan berpamitan akan pulang duluan, dan saya mengijinkan har untuk pulang lebih dulu. Seminggu setelah itu, tepatnya haru minggu, saya mendapat kabar dari teman-temannya har, bahwa har mengalami kecelakaan motor. Saya sempat kaget dan hampir shock, apalagi setelah tahu bahwa har nayawanya tidak tertolong ketika dilarikan ke rumah sakit. Saya setengah percaya dan tidak percaya, tetapi itulah kenyataan yang harus saya terima, bahwa sahabat yang begitu dekat dengan saya telah pulang kehadapan allah dengan begitu cepat.

Empat hari setelah itu, saya mendapatkan surat tangan dari har yang dikirimkannya ke kampus saya, disana dia meminta maaf atas segala kesalahan, dan menitipkan salam untuk keluarga saya. Dia juga memberitahukan bahwa kakaknya akan melangsungkan pernikahan, dan saya diminta har untuk datang ke acara pernikahan tersebut. Karena saya anggap permintaan terakhir har, saya menyempatkan diri datang ke pernikahan kakaknya har, meski dengan hati tersayat, karena membayangkan har tengah berada di keramaian pernikahan kakaknya.

Kawan, itu adalah realitas yang harus saya hadapi dengan ikhlas kala itu, meskipun dengan sangat berat hati. Saya tidak terima dengan kematian har, tetapi saya harus tahu bahwa har bukan milik saya, sehingga harus diikhlaskan ketika diambil kembali oleh pemiliknya. Kawan, har adalah orang yang sangat baik dan beriman, dia anak yatim piatu yang menghabiskan masa kecilnya di panti asuhan muhammadiyah. Har bisa melanjutkan kuliah karena mendapatkan beasiswa prestasi dari muhammadiyah.

Saat meninggal, har tidak banyak meninggalkan masalah dan bahkan sebaliknya. Banyak orang yang kehilangan har dan banyak orang yang berduka atas kepergian har yang begitu cepatnya termasuk saya. Saya sempat tidak percaya dan sempat sangat sedih selama tiga bulan. Saat itu saya sering berkhayal, bahwa har masih hidup dan hanya jauh dari saya. Sampai akhirnya saya sadar, bahwa har benar-benar telah meninggal dunia untuk selamanya.

Kawan, ternyata perpisahan itu sangat menyakitkan hati, dan kadang kita merasa tidak siap dengan perpisahan. Tetapi kawan, bagaimanapun tidak ada keindahan dan kesenangan yang mutlak dan abadi. Ada masanya untuk bersama dan bertemu, tetapi juga ada masanya untuk jauh dan berpisah. Kita tidak akan mampu menggapai kesempurnaan dalam subjektifitas harap kita, karena hidup ini memang sangat beragam dan banyak benturannya. Tetapi yakinlah, bahwa selalu akan ada hikmah dan kebaikan bagi orang-orang yang meyakininya dengan hati dan rasa.

Dari meninggalnya har, saya belajar tahu bahwa har adalah orang yang sangat baik dan patut untuk dicontoh. Dari meninggalnya har, saya belajar percaya akan kenyataan hidup. Dari meninggalnya har, saya belajar bagaimana sedihnya har ketika hidup tanpa orang tua dan tinggal di panti asuhan. Dari meninggalnya har, saya belajar untuk tidak sakit hati ketika ditinggalkan orang yang kita kasihi. Dari meninggalnya har, saya belajar percaya bahwa kematian kapanpun waktunya pasti akan datang menghampiri kita semuanya.

0 comments:

Post a Comment

 

Site Info

Welcome to my blog, this blog after upgrade theme.

Text

Berjuang Untuk 'Nilai' Copyright © 2009 imma is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template @rtNyaDesign Design My Blog