Sunday, October 04, 2009

Lagu Lama....

Sepulang dari puncak saya menumpang mobil bapak Zaid bersama bu Mun, pak Ahmadi, dan Enis. Saya membayangkan betapa sempitnya mobil Hyundai bapak Zaid di isi oleh lima orang, tetapi ternyata setelah masuk mobil yang tidak besar itu terasa sangat nyaman dan pas-pas saja. Apalagi ditambah dengan alunan musik-musik pop Indonesia yang bernuansa tentang cinta, menambah damainya hati dan jiwa. Meski jalanan macet dan padat, saya menikmatinya dengan berleha-leha sambil menyenderkan kepala ke belakang kursi. Agak ngiler melihat orang jualan jus dan rujak buah, sepertinya sangat segar dan akan terasa nikmat jika bisa dinikmati di dalam mobil bapak Zaid. Tetapi karena cuma saya dan pak Ahmadi yang minat, niatan membeli jus dan rujak dibatalkan sepihak.

Alhamdulillah jalanan mulai lancar, beberapa menit setelah jalan bapak Zaid meminggirkan mobilnya untuk membeli oleh-oleh khas bogor. Saya, bu Mun, dan bapak Ahmadi turun untuk melihat dan sekaligus membeli oleh-oleh, setelah sekian waktu melihat kami membeli: peyem, ubi bakar, dan manisan salak. Saya tidak bisa menawar dan alhamdulillah ada bu Mun yang sangat pintar menawar, sehingga saya hanya mengikuti harga yang di tawar oleh bu Mun.

Masuk tol menuju Jakarta hujan turun dengan sangat derasnya, sebenarnya agak panik karena membayangkan murid-murid saya yang naik di mobil yang berbeda, tetapi setelah mendengarkan musik dangdut jaman dulu ada sedikit rasa lega, ditambah melihat betapa kocaknya pak Ahmadi dan pak Zaid menyanyi dengan keras. Saya tidak hafal lagu-lagu dangdutnya, karena benar-benar lagu lama sekitar tahun sebelum 80-an, tetapi saya pernah mendengar lagu-lagunya. Bukan tidak suka tetapi saat ini saya sudah terbiasa mendengarkan lagu-lagu pop yang baru dan musik serta syairnya berbeda dengan lagu-lagu jaman dulu.

Pak Ahmadi berkomentar bahwa suara penyanyi jaman dulu murni dan benar-benar asli, sedangkan pak Zaid lebih tertarik mengomentari musik jaman dulu yang sederhana tapi menarik. Intinya mereka senang dengan lagu-lagu dan penyanyi jaman dulu, terutama Rhoma Irama dan Elvy Sukaesih. Mereka juga suka dengan Rita Sugiharto dan Ebiet GAD, karena syair-syair lagunya yang sesuai dengan realitas kehidupan yang ada.

Perbincangan tiba-tiba fokus ke Raja dangdut Rhoma Irama, bagi pak Zaid dan pak Ahmadi Rhoma Irama merupakan Raja dangdut nomor satu di Indonesia dan juga Raja film nomor satu di Indonesia. Saya sepakat dengan pak Ahmadi dan pak Zaid, bahkan bagi saya pribadi Rhoma Irama adalah Raja film Islam nomor satu di dunia. Saya sebut film Islam karena kalau dicermati dengan detail dan teliti, film-film Rhoma Irama mengajarkan nilai-nilai Islam secara teks dan kontekstual. Bukan hanya pada dialognya saja, tetapi lebih pada alur utamanyapun berbasis nilai-nilai Islam. Saya amati pada jaman dulu, hanya Rhoma Irama yang filmnya bernafaskan Islam. Sebelum akhirnya sekarang sudah banyak sekali film-film Islam di Indonesia.

Saya hanya bisa bilang, bahwa ternyata kita tidak bisa lepas dari masa lalu. Bahkan urusan musik sekalipun, kita tidak bisa menafikkan atau melupakan betapa penyanyi-penyanyi pada masa lalu sangat berjasa terhadap musik-musik pada jaman sekarang. Terhadap orang yang lebih tua dari kita juga, kita harus bisa mengerti betapa sesungguhnya mereka selalu ingin yang terbaik buat kita. Saya banyak belajar dari bu Mun, pak Zaid, pak Ahmadi yang jelas-jelas usianya jauh di atas saya. Saya telah menganggap mereka seperti orang tua saya sendiri, meski mereka juga teman saya sebagai guru.

0 comments:

Post a Comment

 

Site Info

Welcome to my blog, this blog after upgrade theme.

Text

Berjuang Untuk 'Nilai' Copyright © 2009 imma is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template @rtNyaDesign Design My Blog