Wednesday, April 01, 2009

Orang-Orang Hebat...

Sopan...
Sopan teman saya waktu di smp n 03 gringsing, dia kebetulan adek kelas saya. Saya sempat bareng sopan di irm cabang gringsing, dia sebagai ketua umum dan saya sekretarisnya. Sebenarnya secara history, saya lebih layak menjadi ketua umum dibandingkan sopan, tetapi karena waktu itu saya masih sepakat dengan iklim patriarkal, akhirnya saya tidak masalah jika ketua umumnya di pegang oleh sopan.

Setelah lama tidak bertemu karena kesibukan masing-masing, kemaren hari minggu tanggal 29 maret 2009, saya pergi bersama sopan ke batang setelah itu ke gringsing, mengikuti pengajian muhamamdiyah dalam rangka mensukseskan bapak marpuji ali menjadi dewan perwakilan daerah. Saya meminta sopan menemani saya karena untuk kepentingan selanjutnya, saya akan meminta sopan untuk mempromosikan saya sebagai caleg dpr ri dapil 10 dari pmb kepada keluarga dan teman-temannya.

Lama tidak berjumpa dengan sopan, kurang lebih ada delapan tahun. Ternyata, manusia tidak mudah berubah dan cenderung tetap sama seperti pada masa dahulunya, minimal karakter dasarnya. Sopan tetap seperti dulu, sangat baik dan suka berdebat, dia juga terlihat banyak tahu tentang perpolitikan, meski dia cenderung apatis dengan politik dan para caleg-calegnya. Tetapi dari pertemuan tersebut, banyak hal yang saya dapatkan, terutama silaturahmi dan beberapa masukan dari sopan, tentang pencalegan yang sekarang sedang saya jalani. Terima kasih sobat, atas waktumu dan atas saran-saranmu, saya senang mempunyai sahabat sepertimu.

Bapak Nur Dan Samsul...
Setelah seharian bersama dengan sopan, sahabat lamaku, malam harinya saya pergi ke bawang bersama adekku sugy. Saya berangkat dari rumah sekitar pukul 19.00 malam dan tiba di bawang sekitar pukul 20.15. Selama perjalanan, saya mengalami gelap phobia holic dan sedikit gemetaran, maklum bawang adalah daerah pegunungan, sehingga untuk menuju ke bawang harus melewati jalan-jalan gelap yang tidak berpenduduk. Meskipun sedikit nyasar-nyasar, akhirnya saya sampai juga di rumah samsul.

Malam itu, saya dan sugy ditemani samsul dan keluarganya, berbincang tentang politik tanah air yang semrawut. Kami juga berbincang tentang caleg-caleg saat ini yang kebanyakan janji. Bla bla bla, sekitar pukul 22.30, saya di antar samsul ke rumah bapak nur, caleg dprd 2 batang dari pbr. Disana kami berbincang cukup lama, sekitar sampai pukul 02.00 malam. Banyak hal yang kami perbincangkan, tetapi secara umum masih seputar tentang caleg, perolehan suara, kemenangan, dan analisis kondisi pemilih yang cenderung sudah sangat apatis dengan politik di indonesia.

Malam itu, saya dan sugy nginap di rumah pak nur, saya tidur di kamar sedangkan sugy tidur di luar di depan tv. Karena daerah pegunungan, suasana sangat dingin mencekam, bahkan saya sampai menggigil karena kedinginan. Kamar mandi berada di luar rumah, sehingga untuk ke kamar mandi saya minta di antar sama sugy. Keadaan kamar mandi juga masih sangat terbuka, alias tidak beratap dan tidak berpintu. Tetapi, saya merasa biasa saja dan menganggap bahwa indonesia memang negara yang kaya akan budaya, dan juga kaya akan kesenangan orang terhadap kebiasaannya yang ada di masyarakat. Misalnya: masyarakat desa lebih senang buang air besar di kali dari pada di wc rumah, bukan karena tidak mampu membuat wc tetapi lebih karena kenyamanan dan kebiasaan yang sudah turun temurun.

Pagi harinya saya tidak diijinkan pergi sebelum sarapan pagi, akhirnya saya baru pamitan setelah sarapan. Setelah dari pak nur, saya ke rumah samsul dan kembali berbincang dengan samsul. Saat kami berbincang, tiba-tiba ada dua pemuda yang datang ke rumah samsul dan menawarkan diri untuk membantu saya menyebarkan pamflet. Awalnya saya agak curiga dan ogah-ogahan, bukan apa-apa, saya hanya nyadar diri bahwa saya tidak punya uang untuk membayarnya. Tetapi ternyata dua pemuda tersebut tidak meminta bayaran, hanya dia meminta ketika saya jadi, dia pengen dibantu modal oleh saya untuk beternak sapi. Setelah berbincang beberapa saat, dia pamit untuk pulang. Dia sempat sedikit bercerita, bahwa pekerjaannya menjual barang-barang ke luar negeri lewat jalur gelap alias tidak resmi.

Setelah dua pemuda pulang, saya kembali berbincang dengan samsul. Oya, ternyata samsul adalah pamong desa dan TU di smk muhammadiyah bawang. Dia banyak cerita tentang kondisi desanya dan culture masyarakat desanya. Usia samsul belum terlalu tua, bahkan masih dua tahun di bawah saya. Tetapi minat dia untuk membesarkan desa sungguh sangat luar biasa, sesuatu yang jarang terfikirkan di otak saya. Sehingga akhirnya saya membuat apologi: bahwa memang harus ada orang-orang seperti samsul yang berjuang untuk desarnya, dan juga harus ada orang-orang seperti saya yang berjuang di ibu kota. Sehingga akan ada keseimbangan peradaban di suatu desa.

Kita tidak bisa menyalahkan orang-orang yang tidak betah tinggal di desa dan lebih senang ke luar kota, karena orang-orang yang suka ke luar kota biasanya adalah orang-orang yang mencoba tantangan baru dan mencoba untuk mandiri. Kita juga tidak bisa menyalahkan orang-orang yang memutuskan tinggal di desa dan mengabdikan diri untuk desanya, karena orang-orang yang tetap di desa biasanya adalah orang-orang yang peduli dan empati dengan keadaan desanya. Keduanya adalah keputusan yang baik dan harus dihargai, yang terpenting dari semuanya adalah bagaimana agar orang-orang tersebut tetap berprinsip dalam menjalani pilihannya, amien.

Oya, sebenarnya niat saya datang ke bawang untuk berkoalisi dengan pak nur. Samsul berfikir bahwa saya bisa mendapatkan suara dari pak nur, karena kebetulan kita tidak bertabrakan. Tetapi ternyata, perbincangan saya dengan pak nur tidak mengena dan kurang fokus, bukan karena saya tidak bisa mengarahkan, tetapi lebih pada kondisi yang memang saya tidak pantas merebuat perjuangan pak nur yang telah dijalaninya selama berbulan-bulan. Meskipun tidak berhasil untuk koalisi, saya tidak pernah menyesal, karena saya telah banyak belajar dari sahabat irm saya yaitu samsul. Samsul adalah potret anak muda yang sungguh luar biasa, anak muda yang penuh dedikasi dan penuh pengabdian. Kiranya, jika ada banyak anak muda yang seperti samsul, pasti indonesia akan lebih baik lagi dari sekarang.

Bapak Teguh...
Sepulang dari rumah samsul, saya mampir ke teman lama yaitu lia, dan karena lia di jakarta, saya berbincang dengan keluarganya yang terdiri dari: bapaknya, ibunya, dan adeknya silvi. Saya bersilaturahmi dan sekaligus minta doa serta dukungannya dalam pemilu legislatif pada 09 april 2009.

Dari rumah lia, saya menuju ke desa bulu, desa yang saya klaim sebagai basis masa saya yang paling jelas. Bukan karena sombong, tetapi karena saya merasa sangat dekat dengan masyarakat desa bulu, lantaran dulu saya pernah menjadi ketua umum irm cabang gringsing yang kebetulan basis masanya berada di desa bulu. Sore itu saya ijin ke ibunya dina selaku pengurus 'aisyiyah yang mengurusi masalah pengajian, saya juga ijin ke istri bapak sail yang kebetulan malam itu rumahnya dijadikan tempat untuk pengajian. Proses perijinan berjalan lancar, dan saya diijinkan untuk bersilaturahmi dengan ibu-ibu pengajian.

Pengajian segera dimulai, saya duduk bersebelahan dengan ita, anak irm yang dulu pernah saya bina. Ita telah mempunyai satu orang anak, dan telah berusia enam tahun. Saya diberi tahu ita, bahwa malam itu yang mengisi pengajian adalah pak teguh, caleg dprd 2 batang dari partai amanat nasional. Ita juga memberi tahu saya, bahwa snack selama pengajian yang sudah dilaksanakan 3 kali dibiayai oleh pak teguh. Saya kaget dan langsung merasa tidak enak hati, maksudnya sama saja saya numpang di acaranya pak teguh, sementara partai saya dan pak teguh berbeda, belum lagi klaim-klaim yang muncul bahwa pmb adalah saingan dari pan.

Untungnya, saya memberikan sosialisasi sebelum pak teguh datang, sehingga pak teguh tidak melihat saat saya meminta dukungan dari masyarakat desa bulu. Saya juga tidak begitu merasa bersalah, karena saya merasa bahwa saya sudah menjadi bagian dari masyarakat desa bulu. Dan saya yakin, bahwa saya lebih dulu kenal dengan masyarakat desa bulu dibandingkan sama pak teguh. Dengan itulah saya menguatkan diri saya agar tidak malu dan minder saat pak teguh datang dan mulai mengisi pengajian.

Saya tidak menyangka, ternyata pak teguh menyebut-nyebut nama saya dalam ceramahnya. Dia turut mendoakan saya agar saya bisa menjadi anggota dpr ri. Dia juga mengingatkan saya, agar ketika telah menjadi dpr ri tidak lupa denga masyarakat desa bulu. Saya berusaha untuk tersenyum semanis mungkin, setiap kali pak teguh menyebut nama saya. Saya juga tetap berusaha menjaga aura saya, saat masyarakat mengamati saya karena saya dan pak teguh meski berada dalam satu ruangan tetapi didukung oleh partai yang tidak sama. Apalagi pmb masih sangat baru, dan masyarakat muhammadiyah desa bulu masih beranggapan bahwa partai punya muhammadiyah adalah pan bukan pmb. Bahkan mereka hampir sama sekali tidak mengenal pmb.

Padahal, pmb adalah partai yang pengurus dan anggota-anggotanya mayoritas muhammadiyah dan memang berasal dari kader-kader muhammadiyah yang militan. Cuma karena pmb baru 3,5 tahun, pmb belum mempunyai banyak kesempatan untuk bersosialisasi kepada warga muhammadiyah, bahwa pmb adalah partai islam yang digerakkan oleh aktivis-aktivis muhammadiyah sejati.

Pengajian telah usai, pak teguh bergegas pamitan dan saya menghampirinya untuk mengucapkan terima kasih. Dia tersenyum kepada saya dan berpamitan kepada saya dan seluruh jamaah pengajian. Sedangkan saya masih berada di dalam, dan kemudian menyalami para jamaah dan segera menyusul untuk pulang juga. Pengalaman dan pelajaran yang sungguh luar biasa, benar yang dikatakan teman saya samsul: para petinggi politik meskipun berselisih tetapi bersalaman dan berpelukan, sedangkan para pengikut politik di bawah bunuh-bunuhan saat berselisih pandang.

0 comments:

Post a Comment

 

Site Info

Welcome to my blog, this blog after upgrade theme.

Text

Berjuang Untuk 'Nilai' Copyright © 2009 imma is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template @rtNyaDesign Design My Blog