Tuesday, February 10, 2009

Dinamika Turun Ke Bawah

tiga hari lalu saya pulang ke batang jateng. saya membawa 50 baliho ukuran 1x1 m dengan harga rp. 1.750.000 sumbangan dari ibu saya tercinta. mungkin menurut ibu saya yang tidak banyak tahu politik, uang segitu sudah sangat banyak untuk membuatkan baliho bagi anak tercintanya. maklum ibu saya dan saya berasal dari kampung. meski sedikit ciut karena hanya membawa 50 baliho, saya tetap mencoba untuk semangat.

setelah sampe di batang, saya berkoordinasi dengan adek kandung saya yang sekarang kuliah di unsoed jurusan sastra inggris. saya kan caleg dpr ri dapil 10 yang kebetulan ada empat kabupaten dan kota. kata adek saya: baliho 50 itu sangat sedikit, bahkan tidak akan menjangkau satu kabupatenpun. saya mengiyakan dan sepakat dengan adek saya, tapi apa salahnya saya tetap semangat? pasti teman-teman akan bilang; ayo imawati tetap semangat...!!!!

hari itu hari jumat tanggal 6 februari 2009. saya datang ke desa kalimanggis desa kelahiran bapak saya. beliau telah meninggal saat saya duduk di bangku sd kelas 3. saya datang dengan membawa 5 baliho kosongan tanpa tiang pemasangnya. alhamdulillah karena desa tersebut desa bapak saya, meskipun saya tidak tinggal disana, mereka sangat welcome, terutama saudara-saudara saya. bahkan saya diantar ke pak lurah untuk ijin dan sekalian mohon doa dan restu.

hari sabtunya, saya dan adek saya berencana memasang baliho yang tersisa yaitu 45 buah. saya baru sadar bahwa untuk masang diperlukan beberapa pendukung: bambu ukuran 3,5 m sebanyak 100 buah, bambu untuk atas dan bawah baliho, paku, kawat untuk tali, linggis, tenaga manusia, dan sewa mobil untuk angkut bambu dan pemasangnya. saya dan adek saya baru sadar, bahwa biaya operasional yang kita butuhkan bisa lebih mahal dari harga balihonya. tapi lagi-lagi kita tetap semangat 45.

akhirnya rombongan kita berangkat dengan menggunakan mobil pick up sewaan. ada 10 orang yang ikut, 11 orang sama pak sopirnya. luar biasa, para relawan saya begitu semangatnya. mereka rata-rata masih anak sma dan mereka bekerja dengan riang hati. kala itu, saya sempat resah gelisah karena takut tidak bisa membayar anak-anak. saat itu saja saya sudah harus membelikan makan mereka, minuman, jajan-jajanan, bahkan rokok. saya berfikir, berapa saya harus membayar mereka?

kita berjalan menyusuri jalan di empat kecamatan di batang. ketika malam tiba, hujan turun dengan derasnya bahkan disertai angin yang sangat kencang. karena merasa tidak enak, saya meminta mereka untuk mengakhiri pemasangan baliho. saat itu waktu menunjukkan pukul 21.00 wib. tapi ternyata mereka masih tetap semangat meski berbasah-basahan dan kedinginan.

malam itu kita pulang dan ternyata masih ada sekitar 13 baliho yang belum terpasang. saya ketakutan sama anak-anak karena memang saya tidak memiliki banyak uang untuk membayar mereka. akhirnya saya mengutus adek saya tercinta untuk berdiplomasi dengan anak-anak. akhirnya adek saya ketemu dengan anak-anak. setelah sampai di rumah, adek saya cerita bahwa mereka ikut serta masang baliho ikhlas dan tulus, kalaupun mau dikasih uang seikhlasnya saja, dan mereka tidak menentukan jumlahnya. betapa terharunya saya waktu mendengar penjelasan dari adek saya.

karena masih ada sisa, hari minggunya saya memutuskan untuk kembali berkeliling memasang baliho yang tersisa. karena sudah tidak punya uang untuk sewa mobil, saya memutuskan menggunakan dua motor. motor satu ada mas kasdik dan kang wakidun (sepupuku yang bisu tapi sangat baik), dan motor satunya ada saya dan adek saya sugi.

masing-masing kita membawa baliho dan bambu 8 buah ukuran 3,5 m. saya dibelakang dan adek saya yang di depan. otomatis sayalah yang memanggul bambu 8 buah tersebut di pundak saya. saya sebenarnya biasa saja, tapi ternyata adek saya yang terharu melihat kakaknya, caleg dpr ri memanggul bambu yang sangat berat dipundaknya. saya tahu bahwa adek saya sangat sedih, tapi dengan semangat dan lantang saya bilang kedia: bahwa saya baik-baik saja.

hari itu kita muter-muter persawahan dan menancapkan bambu-bambu yang kita panggul. perjalanan kita diiringi dengan hujan dan angin yang bertiup sangat kencang. tapi lagi-lagi kita tidak gentar dan tetap semangat. meskipun baju yang dibadan kita telah kuyup oleh air hujan. kitapun menggigil kedinginan.

oya, saat kita muter-muter pesawahan untuk masang gambar, kita ketemu sama beberapa orang yang kebetulah sedang disitu. bukan basa-basi, saya ijin ke mereka untuk masang gambar. sebagian dari mereka welcome dan tidak masalah, tapi ada sebagian yang cuek. ada juga yang menanyakan: lho siapa yang nyaleg? pas tahu saya yang nyaleg dia bilang: emang gak punya duit ya mbak? kok masang gambar sendiri?

ya begitulah manusia, bahwa tidak ada manusia yang sama. bahwa manusia mempunyai karakter yang tidak sama. hikmah lain yang bisa saya ambil yaitu:
1. bahwa seolah-olah caleg harus kaya
2. bahwa masyarakat apatis dengan caleg yang tidak membagi uang
3. bahwa caleg sepertinya perlu terjun langsung, jangan hanya menyebar uang dan tim sukses
4. bahwa tidak banyak orang yang respek dengan pemilu
5. bahwa orang sudah tidak percaya dengan caleg-caleg
6. bahwa persaudaraan dan kerjasama jauh lebih penting dari sekedar kepentingan

betapa bahagianya saya, karena dalam perjalanan tersebut berjumpa dengan sahabat lama, namanya edy. saya ijin untuk memasang baliho disamping rumahnya, dia mengijinkan dan bahkan meminta satu baliho lagi untuk dipasang di depan rumahnya. padahal saya tahu, bahwa dia dan keluarganya pengikut partai lain yang sangat fanatik.

0 comments:

Post a Comment

 

Site Info

Welcome to my blog, this blog after upgrade theme.

Text

Berjuang Untuk 'Nilai' Copyright © 2009 imma is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template @rtNyaDesign Design My Blog