Wednesday, August 04, 2010

FBR dan warga Rempoa...

warga Ibu Kota Jakarta, FBR terkenal karena merupakan organisasi yang anggotanya mayoritas orang-orang betawi Jakarta. FBR adalah organisasi masyarakat seperti ormas lainnya yang sejatinya bertujuan untuk mengembangkan dan melestarikan budaya Betawi, bagaimanapun Jakarta adalah Ibu Kota Jakarta yang perkembangan teknologinya begitu cepat, sehingga dengan kondisi tersebut orang Betawi merasa perlu membuat ormas yaitu FBR.

Tidak salah ketika orang Betawi merasa bahwa dirinya perlu eksis di tengah-tengah modernisasi dan globalisasi di Jakarta. Meskipun eksistensi tersebut tidak pantas jika upayakan dengan cara-cara kekerasan atau anarkisme. Karena apapun alasannya tindakan kekerasan tidak dibenarkan di muka bumi.

Belakangan terakhir ada kasus keributan antara FBR dengan warga Rempoa dan Pemuda Pancasila. Tidak begitu jelas masalahnya apa, yang pasti kejadian itu berawal dari pencabutan bendera FBR oleh warga Rempoa. FBR tidak terima atas pencabutan bendera-bendera FBR oleh warga Rempoa, dan karena tidak terima FBR melakukan aksi protes terhadap warga Rempoa dan berujung kepada keributan yang mengakibatkan korban dan rusaknya sarana dan prasarana seperti: motor, mobil, dan angkutan umum.

Dipikir pakai logika masalahnya ternyata sangat sederhana dan seharusnya bisa diselesaikan dengan cara-cara damai dan musyawarah. Katanya pada sila keempat Pancasila bicara tentang musyawarah? Kalau benar kita warga negara yang taat hukum dan menjadikan Pancasila sebagai pedoman, seharusnya tidak perlu ada keributan yang signifikan atas kasus FBR dengan warga Rempoa dan Pemuda Pancasila.

Tapi sisi lain kita memang tidak bisa menafikkan sesuatu yang terjadi di negara ini belakangan terakhir pasca reformasi tahun 1998. Masyarakat yang sebelumnya terkenal kalem dan santun tiba-tiba bisa menjadi brutal dan sangat anarkis. Masyarakat tidak lagi takut dipenjara atau takut disalahkan, semua bisa berkoar dan berteriak dengan lantang untuk menyuarakan aspirasinya.

Dari tukang becak, buruh pabrik, pedagang pasar, sopir angkutan umum, guru, dosen, mahasiswa, semuanya berani bersuara atas nama keadilan. Tidak jarang dalam menyuarakan aspirasinya tersebut, massa menggunakan cara-cara yang cenderung mengarah kebapa kekerasan. Mungkin tindakan masyarakat tersebut tidak mutlak salah, karena kenyataannya masyarakat menteladani aparatur negara.


Jika aparatur negaranya saja tidak mampu memberi suri tauladan yang baik, maka wajar jika buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya. Tidak sedikit pejabat yang korup, tidak sedikit pula pejabat yang hidup bermewah-mewah tanpa ingat bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang hidup dalam garis kemiskinan dan penderitaan.

Kembali ke masalah FBR, meskipun FBR adalah ormas punya orang Betawi yang dalam kenyataannya benar bahwa Jakarta penduduk aslinya adalah orang-orang Betawi, FBR sebagai warga negara yang baik tetap tidak punya hak melakukan tindakan anarkisme di Ibu Kota Jakarta. Akan lebih bagus seandainya FBR justru memberikan sumbangsih riil buat pemerintahan Indonesia misalkan dengan mengembangkan budaya-budaya daerah Jakarta yang belum di ekspos secara detail.

Katakan tidak pada kekerasan dalam bentuk apapun.

0 comments:

Post a Comment

 

Site Info

Welcome to my blog, this blog after upgrade theme.

Text

Berjuang Untuk 'Nilai' Copyright © 2009 imma is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template @rtNyaDesign Design My Blog