Friday, October 22, 2010

Detik-Detik Terakhir...

Bagian I

Dia sms sebelum saya pulang ke kampung, kata dia: "mbak hp LG nya tolong di bawa ya? nanti saya benerin".

Saya langsung balas: "iya nanti saya bawa".

Saya sudah tahu kalau hp saya bakalah diminta sama dia, karena saat itu dia lagi tidak punya hp bagus. Sebenarnya saya agak sebel sama dia, karena sudah berkali-kali ganti hp dan berkali-kali juga hp nya rusak atau dijual. Tapi saya mencoba memahami dan memaklumi, namanya juga mahasiswa, hehehe.


Bagian II

Saya sampai rumah di kampung Krengseng Gringsing Batang, sampai rumah saya ketemu dengan dia dan saya lihat dia diam saja tidak menyambut kedatangan saya. Saya bilang kedia kalau saya mau pinjam motor esok harinya untuk dibawa ke Tegal bareng adek saya Septi, tetap saja dia tidak berkomentar sedikitpun. Keesokan harinya sebelum saya berangkat, tiba-tiba saya ingat hp LG saya yang memang rencananya mau saya berikan buat dia. Saya serahkan hp LG saya buat dia, saya bilang hp nya masih bagus dan layak untuk digunakan. Dia tetap diam dan hanya bilang terima kasih.


Bagian III

Pulang dari Tegal dia menyarankan saya untuk menonton 3 idiot yang diputar selama dua hari di sctv, film India yang menurut dia sangat bagus dan sangat keren. Dia banyak bercerita tentang realitas pendidikan di India yang hampir sama dengan Indonesia. Karena menghargai dia saya mencoba untuk menonton. Saat menonton saya didampingi dia, dan saat film diputar dia begitu antusias memberikan opini dan unek-uneknya tentang film India tersebut. Saya mencoba masuk ke dalam cerita film tersebut, sedikit demi sedikit saya mulai sepakat dengan dia bahwa film 3 idiot lumayan keren dan layak untuk ditonton.


Bagian IV

Malam berikutnya saya kembali menonton lanjutan film 3 idiot dengan ditemani dia. Dia benar-benar antusias memberi opininya tentang film tersebut. Begini dialog saya dengan dia:

Dia: "keren yakin film ini, meskipun film India tetapi beda dengan film India yang lainnya".

Saya: "iya sih, benar-benar menggambarkan realitas pendidikan di Indonesia dan di India".

Dia: "Kata-katanya juga keren banget lho mbak, itu kan menyinggung banget, bahwa dalam kenyataannya pendidikan di negara Indonesia dan India terlalu tekstual dan hampir tanpa kompromi. Pendidikan hanya memihak kepada orang-orang pintar dan orang-orang yang kaya. Para guru/dosen mengklaim murid/mahasiswanya tanpa ampun dan tanpa kompromi. Seolah-olah hanya guru/dosen saja yang benar, sementara murid/mahasiswa adalah sosok yang patut untuk disalahkan. Guru/dosen mempunyai kuasa penuh atas murid/mahasiswanya, seolah merekalah yang memiliki murid/mahasiswanya".

Saya: "memang kenyataannya begitu, dari dulu sampai sekarang guru/dosen memang menjadi sosok yang berkuasa atas murid/mahasiswanya. Ketika murid/mahasiswa melawan dia langsung mengancam nilai murid/mahasiswanya. Lagipula film ini memang keren, film ini menggambarkan tentang bobroknya sistem pendidikan, fenomena pemalsuan ijazah, proses merendahkan murid/mahasiswa yang bodoh, tekanan dari orang tua atas anaknya, tentang persahabatan yang benar-benar tulus.

Dia: "iya mbak, saya setuju, film ini benar-benar keren mbak".


Bagian V

Saya: "sorry ya dek, saya belum bisa membantu kamu, soale saya juga lagi kuliah s3, kalau ada pasti saya bantu".

Dia: "memang gajimu berapa mbak?".

Saya: "gaji saya kecil banget, tahu sendiri kan sma swasta dan kampus swasta?".

Dia: "iya sih, lagipula biaya kuliahmu juga besar to mbak?".

Saya: "bukan besar lagi, tapi besar banget, saya juga masih nunggak spp selama dua semester yaitu 10.000.000".

Dia: "yaudah saya juga paham kok, saya kan kadang pengen minta bantuan biaya, karena memang kebutuhan saya di Purwokerto banyak banget mbak".

Saya: "saya juga paham kok dek".


Bagian VI

Saya: "sebelum sebelum puasa, saya ketemu dengan mbak Andy Nurpati, dia menawari saya untuk masuk DPP Partai Demokrat, dia sengaja mengajak kader AMM untuk bergabung di devisinya".

Dia: "yaudah bagus itu mbak, keren lho kalau bisa masuk jadi pengurus DPP Partai Demokrat".

Saya: "tapi kok sepertinya mbak Andy enggak yakin sama kemampuan saya, dia melihat saya masih terlalu muda untuk bergabung di partai tingkat nasional".

Dia: "lha kan mbak udah pernah di DPP PMB? harusnya dia percaya dunk sama mbak?".

Saya: "enggak tahu juga tu, kita lihat saja nanti, nanti pasca lebaran saya mau tanya ke mbak Andy, semoga sih dia percaya sama saya".

Dia: "amien".


Bagian VII

Saya sekeluarga mengajak dia silaturahmi ke Desa Kalimanggis, Desa kelahiran bapak kandung saya yang telah meninggal sejak saya kelas tiga sekolah dasar. Saat di Kalimanggis dia bercerita bahwa saat sebelum puasa tiba, dia sudah datang ke kuburan bapak untuk sarean dan mendoakan bapak. Saya cuma tersenyum tanpa menimpali, karena memang saya jarang ke kuburan bapak saya. Di Kalimanggis dia sudah terlihat agak diam dan tidak banyak bicara. Wajahnya sudah mulai lesu dan dia sudah mulai males mengendarai sepeda motor.


Bagian VIII

Saya: "emang kamu serius sama Maria dek?".

Dia: "enggak tau mbak, tapi dia baik banget sama saya".

Saya: "baik gimana?".

Dia: "dia rela melakukan apapun buat saya mbak, dia sayang banget sama saya, dia juga masa depannya bagus".

Saya: "bagus gimana?".

Dia: "dia kan punya saudara di Pemda Bogor, nanti dia mau dimasukkin saudaranya jadi PNS di Pemda Bogor".

Saya: "tapi sepertinya dia manja banget ya dek? kayak udah tidak bisa dilepaskan gitu sama kamu?".

Dia: "iya sih, tapi yang penting dia baik, bahkan dia mau berubah karena saya, dulu dia bandel mbak, tapi sekarang sudah mulai berubah".

Saya: "alhamdulillah dech kalau begitu, toh yang mau menjalani kan kamu bukan saya".


Bagian IX

Dia cerita tentang jerawatnya yang tumbuh banyak kalau dia tidak pakai gatsby white for men, maka pas saya pergi ke Weleri dia minta dibelikan gatsby yang dia maksudkan. Akhirnya saya belikan di alfamart, karena saya senang kalau jerawat adek saya sembuh, bagaimanapun saya juga jerawatan sama seperti dia. Sesampainya di rumah dia bercerita dengan gayanya bahwa jerawatnya benar-benar bersih setelah pakai gatsby itu. Dia juga menyarankan saya untuk memakainya, barangkali cocok kata dia. Saya adalah kakak yang tidak bisa menolak keinginan adek, saya selalu percaya sama dia dan tertarik dengan tawaran-tawarannya. Akhirnya saya memutuskan untuk memakai juga, barangkali saja bisa hilang juga jerawat saya.


Bagian X

Dia: "mbak beli bakwan di lek Waginem dung?".

Saya: "yaudah nyuruh Septi saja untuk beli, enak ya bakwannya?".

Dia: "enak banget mbak, dan rasanya kan tidak pernah berubah dari kita kecil sampai kita dewasa seperti sekarang ini".

Saya: "masa sih? kok saya enggak begitu memperhatikan ya?".

Dia: "benar mbak, nanti coba rasakan bakwannya, pasti masih sama seperti dulu, saya saja heran, kok bisa begitu ya mbak?".

Saya: "mungkin dia punya resep tersendiri, yang benar-benar dijaga dan dirahasiakan, hehehe".

Dia: "mungkin juga sih".

Saya membeli bakwan lek Waginem sebanyak 10 bakwan (5000), dan setelah bakwan tiba adek saya langsung melahap bakwan tersebut tanpa ampun. Tidak puas hanya menjambal, dia sampai meminjam nasi saudara saya karena di rumah sedang tidak ada nasi, dia pinjam nasi satu piring yang dia makan dengan bakwan lek Waginem. Saya sampai heran melihat dia makan dengan lahapnya, padahal lauknya cuma bakwan dan tidak ada lagi lauk lainnya.


Bagian XI

Saya sedang mengambili komedo saya dengan alat tusuk komedo, dia melihat dan tiba-tiba minta dibersihin komedonya. Kata saya ke dia, agak sakit kalau diambili komedonya pakai alat tusuk komedo, tapi dia ngeyel dan tetap maksa. Karena dia maksa saya menyiapkan kapas, toner, dan alat tusuk komedo untuk membersihkan komedo-komedo dia. Ternyata tidak seperti yang saya duga, dia tidak kesakitan dan biasa-biasa saja, dan ternyata komedo dia tidak sebanyak komedo saya. Karena komedonya sedikit saya tidak mau, dan saya menyuruh dia agar mengambil komedonya sendiri. Akhirnya dia meminta alat tusuk komedonya dan membersihkan komedonya sendiri.


Bagian XII

Saya agak sebel dan ingin marah saat melihat dia malas dan tidak banyak membantu pekerjaan rumah. Dia hanya tidur-tiduran, maen, makan, mandi, dan sholat. Sama sekali tidak membantu pekerjaan rumah, semua pekerjaan rumah saya yang mengerjakan. Sementara Septi bagian disuruh-suruh sama embah saya. Saya hampir memarahi dia karena kemalasannya, tapi entah kenapa mulut ini kaku untuk sekedar mengingatkan dia agar sedikit membantu pekerjaan rumah, menguras bak kamar mandi misalnya.


Bagian XIII

Dia: "mbak saya punya kaos SID lho ya".

Saya: "coba lihat, idih bagus banget, buat saya dung?".

Dia: "yah, jangan mbak, cuma satu soalnya, ini juga saya dapat dari Inul".

Saya: "bagus tau gambarnya".

Dia: "ini saya yang pesan mbak, pesan di Bandung, waktu itu saya sampai naik motor ke Bandungnya".

Saya: "sama siapa naik motornya?".

Dia: "sama Maria mbak, padahal saya belum pernah naik motor ke Bandung".

Saya: "oooo".


Bagian XIV

Saya mengajak dia ke laut tapi dengan menggunakan sepeda, saya bercerita betapa enaknya bersepeda dari pada sepeda motor. Tiba-tiba dia tertarik dan setuju untuk ke laut dengan menggunakan sepeda. Pulang dari laut dia tiba-tiba mengajak saya lewat jalan yang rusak, tetapi memang jalan tersebut jalan kenangan antara saya dengan dia waktu kami kecil. Dulu waktu kecil saya sering ke laut sama teman-teman laki-laki saya, dan dia sering bergabung dengan geng saya. Dia memang paling kecil diantara kami, tetapi dia selalu percaya diri dan merasa bahwa dirinya bisa bergaul dengan anak-anak yang lebih dewasa dari dia.


Bagian XIV

Saya mengajak dia ke laut tapi dengan menggunakan sepeda, saya bercerita betapa enaknya bersepeda dari pada sepeda motor. Tiba-tiba dia tertarik dan setuju untuk ke laut dengan menggunakan sepeda. Pulang dari laut dia tiba-tiba mengajak saya lewat jalan yang rusak, tetapi memang jalan tersebut jalan kenangan antara saya dengan dia waktu kami kecil. Dulu waktu kecil saya sering ke laut sama teman-teman laki-laki saya, dan dia sering bergabung dengan geng saya. Dia memang paling kecil diantara kami, tetapi dia selalu percaya diri dan merasa bahwa dirinya bisa bergaul dengan anak-anak yang lebih dewasa dari dia.



Bagian XV

Dia: "mbak, aku pengen ambil s2 filsafat saja ya?".

Saya: "terserah kamu saja, kan kamu yang mau jalani".

Dia: "yang bagus dimana?".

Saya: "di STF Driyarkara saja, tapi kamu harus ikut matrikulasi selama setahun, dan kalau kamu gagal matrikulasi kamu harus mengulang matrikulasi lagi".

Dia: "yaudah saya mau dech, kayaknya menarik tu, tapi bagus kan mbak?".

Saya: "saya jamin keren banget, yang penting kamu selesaikan dulu kuliahmu".

Dia: "iya mbak, insya allah desember saya sidang skripsi dan maret 2011 saya sudah wisuda".

Saya: "emang sudah sidang proposal dek?".

Dia: "belum mbak, rencananya habis lebaran ini saya sidang proposal skripsi".

Saya: "yaudah jangan kelamaan ya?".

Dia: "iya mbak".


Bagian XVI

Malam itu saya berangkat ke Jakarta dengan menggunakan bus sinar jaya dari Pancuran Plelen. Sore hari sebelum saya pulang saya diajak dia ke rumah Koco dalam rangka akikahan Koco. Dia datang terlebih dulu siang hari, sementara saya menyusul sore harinya sebelum maghrib. Selepas maghrib saya diantar sama dia ke Pancuran Plelen, tiba-tiba dijalan hujan gerimis. Dia menyarankan untuk berhenti dulu, tetapi karena takut ketinggalan bus saya mengajak dia untuk terus jalan. Dia memberikan jaketnya buat saya, kata dia supaya saya tidak kehujanan. Di jalan hujannya terlihat agak aneh, karena hujannya tidak merata. Sesampainya di pangkalan bus sinar jaya, dia tidak langsung pulang dan sempat menunggui saya selama satu jam. Saat menunggui saya, dia tidak duduk di samping saya melainkan agak jauh dari saya duduk. Beberapa kali dia melihat ke saya tanpa bicara seolah menyiratkan makna bahwa dia sayang sama saya. Saya juga cuma tersenyum melihat gayanya yang kocak karena bolak balik melihat ke arah saya. Tiba-tiba dia pamitan pulang, katanya mumpung hujan suda agak reda, saya tidak bisa mencegah dia pulang, karena bus juga memang datang terlambat dan tidak jelas jam berapa akan datang. Saat berpamitan dia mencium tangan saya dan lagi-lagi melihat ke arah saya sampai dia menaiki motornya. Saya melihatnya hingga motornya menghilang dari pandangan mata saya.


Bagian XVII

Saya tiba di Jakarta hari kamis siang tanggal 16 september 2010, malam jumat saya tidur dengan pulas karena kecapaian di jalan. Hari jumat siang setelah sholat jumat tiba-tiba air habis dan benar-benar habis. Yang punya rumah masih di kampung dan colokan air berada di rumahnya. Karena saya butuh air untuk mandi dan cuci piring, saya sampai mengambil air dari musholla samping kontrakan. Rasanya sedih banget hari itu, sedih karena mau mandi saja harus mengambil air ke musholla. Setelah mandi saya berencana menyetrika baju setumpuk, kebetulan yang nyuci sudah mengundurkan diri karena tidak sempat lagi nyuci dan nyetrika. Tiba-tiba saya mendapat telephone dari nomor yang tidak saya kenal, karena nomornya tidak saya kenal saya tidak langsung mengangkat, baru setelah tiga kali telephone baru saya angkat.

Saudara: "Imma ya?".

Saya: "ini siapa ya?".

Saudara: "mas Kasdik nok".

Saya: "ada apa mas?".

Saudara: "Sugi kecelakaan di Surodadi".

Saya: "terus gimana mas keadaannya?".

Saudara: "tidak apa-apa, tapi kamu pulang ya, Sugi pengen ketemu kamu".

Saya: "saya kan baru sampai Jakarta sehari mas? masa disuruh pulang lagi?".

Saudara: "yah namanya saudara, dia pengen ngomong sama kamu".

Saya: "mas jangan bohong, Sugi kenapa mas?".

Tiba-tiba hp mati dan suara mas Kasdik tiba-tiba terputus, saya sudah curiga karena tidak mungkin saya disuruh pulang kalau Sugi tidak kenapa-napa. Saya langsung mencari info dati Koco dan ternyata Koco belum dapat kabar apa-apa. Saya langsung menghubungi pacar Sugi yaitu Maria dan katanya Maria sedang pingsan. Saya sudah berfikiran buruk bahwa adek saya tercinta meninggal dunia. Dan ternyata benar, adek saya Sugiharto meninggal ditempat dalam kecelakaan motor di Surodadi. Adek saya kesenggol truk tronton dan kena bagian ban belakang truk tronton....


Bagian XVIII

Saya tidak tahu lagi mau bicara apa di bagian ini, tanpa saya bicara pasti semua orang tahu bahwa saya sangat mencintai dan menyayangi adek saya. Dia adek saya kandung satu-satunya, dia juga adek laki-laki saya satu-satunya. Saya sangat percaya dengannya, dan saya juga sangat berharap banyak untuk masa depannya. Dia meninggal tanggal 17 september 2010 pada hari jumat setelah sholat jumat. Meninggal di hari baik dan dalam keadaan hujan. Dia juga meninggal setelah puasa ramadhan dan setelah hari raya idul fitri. Secara logika saya percaya dia meninggal dalam keadaan baik dan patut. Meski secara rasa/hati saya masih belum siap untuk kehilangannya untuk selama-lamanya. Selamat jalan cintaku, selamat jalan bagian hatiku, saya selalu mengenangmu sampai kapanpun.

0 comments:

Post a Comment

 

Site Info

Welcome to my blog, this blog after upgrade theme.

Text

Berjuang Untuk 'Nilai' Copyright © 2009 imma is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template @rtNyaDesign Design My Blog