Tuesday, October 02, 2012

Alawi Yusianto & Deny Yanuar, selamat jalan...

Kehilangan seseorang yang disayang begitu menyayat hati, sayatan itu melebihi sayatan fisik. Pada dasarnya hampir tidak ada manusia yang suka akan kehilangan, apalagi kehilangan untuk selama-lamanya. Meskipun sebagai manusia biasa, kita tidak bisa menampik datangnya takdir dari Tuhan. Karena kita semua musti sepakat bahwa kematian pasti akan datang menghampiri sesuai dengan kehendak Tuhan. Walau idealnya kepergian itu harus dengan jalan yang tidak menyedihkan misalnya meninggal karena sakit, meninggal dalam keadaan sehat, dan meninggal dalam keadaan di dalam rumah.

Terlalu menyakitkan jika orang yang kita sayang meninggal dengan cara yang tragis seperti kecelakaan, bunuh diri, dibunuh, atau meninggal dalam tawuran/ribut antar kampung. Tetapi inilah yang belakangan terakhir terjadi di Ibu Kota Jakarta, dalam waktu berdekatan dua pelajar tewas dalam tawuran pelajar. Dedy pelajar dari SMK Bhaskara Depok dan Alawi pelajar dari SMA N 6 Jakarta Selatan, menjadi korban dalam tawuran pelajar. Nyawa keduanya tidak sempat terselamatkan, dua pelajar tersebut tewas di tempat kejadian perkara sebelum sempat di bawa ke Rumah Sakit oleh teman-temannya.

Kita sebagai orang yang tidak memiliki hubungan darah dengan kedua pelajar tersebut sangat miris dan bersedih hati mendengar berita itu, coba bayangkan bagaimana perasaan dan keadaan kejiwaan keluarga kedua korban setelah tau bahwa anaknya tewas secara mengenaskan dalam tawuran pelajar? Anak kecilpun pasti tahu jawabannya bahwa keluarga kedua korban tersebut pastinya sangat sedih, marah, kesal, gondok, tidak terima, belum percaya seolah seperti mimpi, dan pasti terbersit dendam dihatinya meskipun hanya sedikit. Bagaimana tidak, anak yang telah diurusnya dari bayi hingga tumbuh menjadi laki-laki remaja tewas secara mengenaskan dan tidak disangka-sangka. Orang tua mana yang rela anaknya tewas dengan cara demikian?

Tidak hanya orang tua yang sesungguhnya merasa sedih dan kehilangan, saudara-saudara terdekatnya, sahabat-sahabatnya, guru-gurunya, tetangganya, dan orang lainpun pasti ikut prihatin atas meninggalnya kedua pelajar tersebut, apalagi jelas keduanya meninggal dalam keadaan yang tidak wajar. Jika sudah demikian, ibarat nasi sudah berubah menjadi bubur sama artinya bahwa keduanya tidak mungkin lagi dihidupkan. Kira-kira, apakah yang dipikirkan oleh para pelaku pembunuhan yang statusnya juga sama yaitu sebagai pelajar? Ikut sedihkah, ikut menangiskah, ikut prihatinkah, atau menyesal atas apa yang sudah dilakukannya? Memang benar istilah yang mengatakan bahwa penyesalan selalu datang belakangan/terlambat. Tetapi untuk kategori kasus ini mustinya prinsip yang dibangun adalah mending terlambat dari pada tidak sama sekali.

Ada yang menghujat, ada yang bertanya-tanya mengapa, ada juga yang mengklaim, ada yang sekedar prihatin, ada yang menyalahkan guru-guru, ada yang menyalahkan polisi, ada yang menyalahkan orang tua, ada yang menyalahkan lingkungan, ada yang menyalahkan teman sebaya, ada yang menyalahkan seniornya, dan ada juga yang menyalahkan semua pihak atas maraknya tawuran pelajar di Ibu Kota Jakarta yang kerap kali menimbulkan korban luka-luka ringan, luka-luka parah, dan korban tewas. Tidak hanya peserta tawuran yang bisa menjadi korban, pengguna jalan, kendaraan yang lalu lalang, dan bangunan-bangunan disekitar lokasi tawuran juga kerap menjadi korban dari aksi tawuran. Jika sudah demikian, sesungguhnya siapakah yang musti disalahkan dan siapakah pula yang harus bertanggung jawab?

Tidak patut menyalahkan pelaku secara ekstrim, karena bagaimanapun mereka adalah anak-anak remaja yang masih labil dan butuh pendampingan ekstra dari orang-orang terdekatnya. Meskipun secara nilai substansial, tidak ada yang membenarkan tentang apa yang mereka lakukan, karena yang mereka lakukan adalah perbuatan pidana (menghilangkan nyawa seseorang dengan sengaja). Jika kita telaah lebih dalam, mustinya tidak hanya menyalahkan satu pihak saja dalam kasus tawuran pelajar, melainkan semua pihak harus ikut bertanggung jawab secara dewasa. Pihak-pihak tersebut yaitu keluarga, sekolah, masyarakat, teman sebaya, aparat penegak hukum, dan senior-seniornya yang kerap kali masih ikut campur dalam proses terjadinya tawuran pelajar.

Tawuran pelajar adalah aktivitas turun temurun dari jaman dahulu hingga sekarang, sehingga untuk menghapuskan tradisi tawuran pelajar musti mengetahui mata rantainya. Tidak ada tradisi yang abstrak, tradisi yang dilakukan turun temurun pastilah ada ujung pangkalnya. Sehingga jika di observasi secara serius dan teliti, tradisi tawuran pelajar pasti bisa dihapuskan dengan sebersih-bersihnya. Tentunya musti ada kerjasama yang kompak dari semua pihak, tidak boleh saling menyalahkan satu dengan yang lainnya. Merasa dirinya paling benar dan memojokkan pihak lain secara ekstrim tanpa kompromi sama sekali.

Perlu kita sadari bersama-sama, bahwa para pelaku tawuran adalah anak-anak remaja usia labil yang masih mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya, bagi remaja yang mempunyai prinsip hidup kuat maka dia akan berusaha tetap komitmen di jalan kebaikan, tetapi bagi remaja yang tidak mempunyai prinsip hidup maka akan mudah terpengaruh dan dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya terutama teman-teman sebayanya. Untuk remaja labil yang tidak mempunyai prinsip hidup jangankan mengerti tentang sebuah obsesi, karir, masa depan, pengembangan potensi dan bakat, tentang keberadaan dirinya saja mereka masih suka bingung dan bertanya-tanya, untuk apa sesungguhnya mereka hidup? Jika yang ikut tawuran adalah remaja-remaja labil yang tidak mempunyai prinsip hidup, sudah sepatutnya bagi keluarga dan guru untuk mendampingi remaja-remaja tersebut secara lebih sabar, lebih teliti, dan lebih advokatif. Supaya para remaja tersebut pada akhirnya mengerti bahwa hidupnya terlalu sia-sia jika tidak digunakan untuk berbuat kebaikan kepada orang lain.

Tokoh agama juga musti ikut bertanggung jawab atas bobroknya moral generasi muda yang mustinya menjadi penerus dari generasi tua, karena bagaimanapun generasi tua akan lengser keprabon dan digantikan oleh para generasi muda yang kuat, komitmen, mempunyai prinsip, tangguh, dan serius dalam mengurusi negara tercinta Indonesia. Bagaimanapun agama harus bisa memberikan pencerahan kepada para remaja-remaja tersebut tentang hakikat hidup dan kehidupan, bahwa agama apapun tidak ada yang mengajarkan kekerasan, bahwa agama manapun tidak ada yang membolehkan pembunuhan, bahwa agama siapapun pasti menginginkan sebuah kedamaian dan kenyamanan dalam hidup dan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Kita mustinya adalah orang pertama yang akan membela anak-anak pelajar yang tawuran tentu dengan pendampingan ekstra sabar dan berkelanjutan, jika orang-orang dan masyarakat hanya bisa mengklaim/menyalahkan anak-anak tawuran tanpa pernah bertanya kenapa mereka tawuran?

0 comments:

Post a Comment

 

Site Info

Welcome to my blog, this blog after upgrade theme.

Text

Berjuang Untuk 'Nilai' Copyright © 2009 imma is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template @rtNyaDesign Design My Blog