Wednesday, June 29, 2011

Selamat Jalan Sahabatku Pak Ahmadi.....

Sekitar sebulan lalu ada seminar tentang transportasi di SMA Muhammadiyah 18 Jakarta Selatan tempat saya mengajar.

Selepas kegiatan saya membungkuskan dua nasi kotak buat Pak Ahmadi.

Saya inget kalau Pak Ahmadi mempunyai anak kecil, makanya saya pikir tidak salah kalau saya membungkuskan nasi buat Pak Ahmadi.

Kelar acara saya berbincang-bincang dengan Pak Ahmadi di parkiran, kami membincangkan tentang penerimaan siswa baru yang sebentar lagi akan dibuka.

Pak Ahmadi usul bahwa kalau bisa anak-anak IPM dan Tari Saman dilibatkan buat jadi tim sukses PSB.

Saya sebagai pembina Tari Saman sangat menyambut gembira jika sekolah percaya dengan anak-anak Saman.

Selesai ngobrol sama pamit dan bersalaman dengan Pak Ahmadi.

Di luar gerbang, secara tidak sengaja saya melihat Pak Ahmadi sedang memberikan dua kotak nasi yang saya bungkuskan buat dia kepada OB sekolah.

Saya benar-benar tercengang dan tanpa saya sadari tiba-tiba air mata saya mengalir dengan derasnya, saya menangis sesenggukan.

Saya benar-benar terharu dengan kebaikan Pak Ahmadi, padahal dia bilang bahwa nasi tersebut akan diberikan buat anak-anaknya, tapi ternyata nasi itu diberikan kepada orang lain yang sepertinya memang belum dapat bagian nasi kotak.

Saya tidak tahu kenapa saya menangis seperti anak kecil, yang saya ingat tiba-tiba saja saya ingin menangis saat itu.

Beberapa hari kemudian saya ngobrol dengan orang Muhamamdiyah di lingkungan sekitar sekolah.

Saya bilang bahwa saya senang Pak Ahmadi bisa menjadi Wakil Kepala Sekolah menggantikan almarhum Bu Mun.

Saya juga bilang bahwa Pak Ahmadi orangnya sangat baik, semangat, ceria, dan konsepnya cemerlang.

Si bapak setuju dengan pernyataan saya, bahkan dia yakin bahwa Pak Ahmadi memang mempunyai jiwa kepemimpinan yang tinggi.

Saya juga alhamdulillah sudah beberapa kali main ke rumah Pak Ahmadi.

Saya senang dan nyaman ketika main ke rumah Pak Ahmadi.

Suasana rumahnya begitu damai meski ramai dengan anak-anaknya yang berjumlah lima orang.

Saya selalu melihat bahwa Pak Ahmadi selalu berusaha menyenangkan tamunya, meskipun sebenarnya di rumah tidak ada makanan.

Pernah saya dibelikan nasi goreng langganan Pak Ahmadi yang rasanya lumayan enak.

Pak Ahmadi juga tak henti-hentinya membicarakan tentang kemajuan sekolah kami tercinta.

Pak Ahmadi selalu tersenyum dan ceria dalam setiap pembicaraan.

Saya benar-benar betah main ke rumah Pak Ahmadi, anak-anaknya juga lucu-lucu dan cakep-cakep.

Seminggu sebelum Pak Ahmadi meninggal, tepatnya malam rabu saya main ke rumah Pak Ahmadi.

Saya janjian ke rumah Pak Ahmadi dari selasa siang saat kami di sekolah.

Pak Ahmadi mau mengajak saya ke rumah dosen Universitas Muhammadiyah Tangerang yang kebetulan tetangga Pak Ahmadi.

Pak Ahmadi mau bantu saya supaya saya bisa mengajar di UMT.

Sore hari Pak Ahmadi telephone saya.

Pak Ahmadi; ibu jadi ke rumah saya nggak?

Saya; jadi pak, emang bapaknya ada di rumah nanti malam?

Pak Ahmadi; ada tapi malam jam 21.30an.

Saya; emang nggak kemalaman pak jam segitu?

Pak Ahmadi; enggak kok biasa saja, nanti ke rumah dulu aja sambil nunggu bapaknya pulang dari kampus UMT.

Saya; yaudah nanti setelah isya saya ke rumah bapak.

Pak Ahmadi; yaudah saya tunggu ya bu, nanti kalau lupa rumah saya ibu telephone saya saja pas di pasar bengkok.

Saya sampai di rumah Pak Ahmadi sekitar jam 20.30 WIB, Pak Ahmadi di rumah hanya dengan anak terakhirnya.

Anak terakhir Pak Ahmadi perempuan tetapi setelah saya lihat-lihat wajahnya mirip Irfan Bachdim.

Spontan saya bilang; dek wajahmu cakep dan mirip ma Irfan Bachdim tau.

Pak Ahmadi dan si adek tertawa dengan riangnya.

Saya datang ke rumah Pak Ahmadi dengan membawa pisang goreng Pontianak, tapi saya lihat pisangnya tidak langsung di makan tetapi malah dibiarkan begitu saja.

Anak yang lain pulang dari mengaji dan Pak Ahmadi menyuruh anaknya membelikan kacang buat cemilan saya.

Dia juga mengeluarkan kerupuk khas Cirebon yang disajikan dengan saos sambal.

Saya begitu tertarik untuk memakan kacang dan kerupuk tersebut karena melihat Pak Ahmadi yang juga semangat makan.

Kami ngobrol banyak tentang IPM, Ekskul, Sekolah, Murid baru, dan semua tentang sekolah.

Pukul 22.00 WIB saya diantar Pak Ahmadi ke rumah dosen UMT.

Kami ngobrol di rumah dosen tersebut sekitar satu jam lebih.

Dan kurang lebih jam 24.00 WIB saya pamitan untuk pulang.

Ternyata itu pertemuan terakhir saya dengan Pak Ahmadi.

Saat saya sia-siap pulang, Pak Ahmadi keluar rumah untuk mengantar saya, istrinya juga ikut keluar.

Pak Ahmadi; hati-hati dijalan bu.

Saya; iya pak santai saja.

Istri; nggak takut bu malam-malam begini?

Saya; ah saya ma udah biasa bu, wong temen-temen saya kan preman-preman Jakarta.

Pak Ahmadi; dia ma udah bisa pulang larut malam, hahaha.

Saya; tau ne pak, jadi kebal dengan rasa takut gara-gara nongkrong mulu ma anak-anak malam.

Pak Ahmadi; tapi sudah ada hasilnya kan penelitiannya?

Saya; alhamdulillah pak, tinggal nyusun saja.

Pak Ahmadi; baguslah, jangan sampai cuma cape doang bu.

Saya; iya pak, mohon doanya saja, saya pulang dulu ya pak?

Pak Ahmadi; iya bu hati-hati ya?

Saya; iya pak.

Malam Jum'at saya pulang kampung ke Pekalongan.

Malam senin saya melakukan perjalanan menuju Jakarta.

Malam senin pukul 24.00 ada telephone masuk dari Pak Ahmadi, tapi sayang tidak keangkat karena hp saya getar.

Subuh saya baru sampai di Cibitung, saya kontak balik Pak Ahmadi dan ternyata yang balas anaknya.

Anaknya cerita bahwa Pak Ahmadi sedang di rawat di Bhakti Asih dari semalam dan kondisinya koma.

Saya kaget dan tidak percaya, langsung saya sms semua guru-guru.

Saya terus berdo'a agar Pak Ahmadi bisa sembuh seperti sedia kala, saya percaya bahwa Pak Ahmadi mempunyai sugesti yang sangat bagus.

Buktinya dia bisa sembuh total dari struk yang sebelumnya.

Jam 10.00 WIB saya tiba di Hotel Bintang Menteng untuk ikut pelatihan BKKBN.

Jam 11.00 WIB saya dapat kabar dari Pak Jaeylani bahwa Pak Ahmadi telah wafat.

Lemes badan saya, pusing, nyilu, dan hampir pingsan.

Saya sudah tidak konsen lagi ikut pelatihan, tapi apa mau dikata saya tidak bisa keluar dari pelatihan tersebut karena saya satu-satunya perwakilan dari PPNA.

Saya langsung sms semua guru-guru dan semua murid-murid saya yang nomornya ada di HP saya.

Selamat jalan sahabatku Pak Ahmadi.

Semangatmu,

Keceriaanmu,

Senyummu,

Konsep-konsep cerdasmu,

Kebaikanmu,

Kesabaranmu,

Akan selalu menginspirasi kami,

Saya yakin, Allah begitu menyayangimu, sehingga Allah memanggilmu di usia 43 tahun.

Terima kasih atas masukan-masukannya.

0 comments:

Post a Comment

 

Site Info

Welcome to my blog, this blog after upgrade theme.

Text

Berjuang Untuk 'Nilai' Copyright © 2009 imma is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template @rtNyaDesign Design My Blog