Sunday, July 17, 2011

Belajar dari tuna netra.............

Kemaren punggung saya pegel banget, bahkan sangat sakit bila digerakin.

Saking sakitnya, saya nangis seperti anak kecil, hehehe.

Siangnya saya memutuskan mencari tukang pijat urut, tadinya pengen ke dokter tapi bingung ke dokter apa.

Masa iya sih ke dokter spesialis pegel linu? hehehe.

Alhamdulillah saya inget bahwa di Bayoran ada tukang pijat urut, akhirnya sama memutuskanlah untuk kesana.

Sampai di rumah pijat urut, pintu dalam keadaan tertutup tapi jendela terbuka.

Akhirnya saya mengetuk pintu sambil mengucapkan salam, dan keluarlah perempuan berjilbab usianya sekitar 30an.

Dia mempersilahkan saya duduk terlebih dahulu.

Beberapa menit kemudian saya di suruh masuk dan tiduran di kasur berdipan dengan seprai dan sarung bantal berwarna putih.

Saya tidur dan bersiap-siap untuk di pijat urut oleh ahlinya.

Subhanallah, saya baru sadar bahwa si embak ternyata tidak dapat melihat.

Tapi saya mencoba bersikap biasa-biasa saja supaya dia tidak tersinggung.

Pijatannya subhanallah sangat enak dan terasa sekali, sambil memijat dia mengajak saya ngobrol.

Mbak: tinggal dimana mbak?

Saya: di pondok betung mbak.

Mbak: asli orang mana?

Saya: pekalongan jawa tengah.

Mbak: saya juga orang jawa tengah, saya pemalang mbak.

Saya: owh, sama dung klo begitu.

Mbak: iya sama-sama orang jawa tengah, hehehe.

Saya: sudah berapa lama disini mbak?

Mbak: baru dua bulan, saya sudah pindah kemana-mana mbak. saya pernah di semarang, pernah juga daerah bekasi.

Saya: owh, disini siapa yang bawa mbak?

Mbak: teman saya, sebelumnya saya pernah mau di ciputat tapi pas saya sampai jakarta yang punya tidak menjemput saya, akhirnya saya balik lagi ke kampung, soalnya baju saya ketuket mbak saya tas orang lain.

Saya: kok bisa ya mbak?

Mbak: bisa saja mbak, lha wong saya kan tidak bisa melihat mbak.

Dia bercerita panjang lebar tentang dirinya, bahwa pijat urut yang dia lakoni sekarang itu bukan otodidak.

Dia belajar profesional selama empat setengah tahun, belajar khusus tentang pijat urut di pemalang.

Di rumah itu ada tiga pemijat perempuan dan satu pemijat laki-laki dan semuanya tida bisa melihat.

Yang laki-laki tidak tinggal disitu tetapi tinggal bersama pemilik usaha pijat urut tersebut.

Si mbak bercerita bahwa di rumah yang dia tempati pernah terjadi kecolongan hp dan uang secara berturut-turut.

Maling masuk ke rumah lewat jendela, sehingga akhirnya jendelanya di teralis dengan kayu.

Si mbak juga cerita bahwa kadang ada pasien laki-laki yang mau kurang ajar.

Tapi si mbak nya buru-buru marah dan langsung ninggalin pasien laki-laki yang kurang ajar.

Pernah suatu kali pas ada pasien yang mau kurang ngajar si mbaknya marah-marah, eh malah pasiennya tersebut yang balik marah-marah, kata si pasien si mbak sok jual mahal dan sok munafik.

Si mbak bercerita berani sumpah, bahwa tidak semua tempat pijat itu digunakan untuk tempat mesum.

Tergantung prinsip si pemijat dan juga tergantung aturan yang diterapkan disitu.

Si mbak tidak terima kalau orang-orang umum berfikiran negatif tentang tempat pijat urut.

Karena pemijat tuna netra benar-benar belajar secara profesional dan mereka mempunyai ijazah.

Tarif pijat disitu Rp. 30.000 dan Rp. 50.000 jika si pemijat di undang ke rumah.

Tapi untuk yang di undang ke rumah harus mengantar dan menjemput si pemijatnya.

Si pemijat nanti bagi hasil dengan pemilik tempat pijat urut, biasanya lebih besar pemijatnya dari yang punya usaha.

Ternyata tukang pijat tuna netra sudah banyak jumlahnya dan banyak juga yang merantau ke luar daerah.

Mereka berani merantau karena ingin mendapatkan banyak uang untuk masa depan mereka.

Saya: usianya berapa mbak?

Mbak: 33 tahun saya.

Saya: sudah menikah mbak?

Mbak; saya belum menikah mbak, belum ada yang cocok sama saya, menikah itu kan tidak gampang.

Saya: iya juga ya mbak, tapi nanti kalau menikah kan bisa buat tempat usaha pijat urut bareng suaminya?

Mbak: insaya allah mbak, hehehe.

Saya: suka jalan-jalan ke luar?

Mbak: suka tapi saya disini tidak ada liburnya mbak? jadi saya jarang ke luar rumah, kecuali ada keperluan penting.

Saya: owh, kalau keluar sendirian tidak takut mbak? naik angkutan umumnya gimana mbak?

Mbak: saya suka ditolongin sama orang mbak, sudah biasa seperti ini, lagi mau diapain lagi mbak.

Saya: semangat ya mbak.

Saya dipijat selama hampir dua jam, karena dipijat agak lama saya bermaksud menambahi uang dari tarif aslinya.

Selesai di pijat urut saya mengeluarkan uang Rp. 50.000, karena berniat menjadi langganan kali itu saya hanya membayar Rp. 40.000 dan minta kembalian Rp. 10.000.

Tiba-tiba si mbak memanggil saya, dia bilang:

" mbak ini uang yang saya pegang yang lima ribuan yang mana terus yang sepuluh ribuan yang mana ya?"

Subhanallah, saya sedih banget ngelihatnya, saya baru sadar bahwa si mbak sama sekali tidak bisa melihat.

Dia benar-benar tidak tahu mana uang yang lima ribu dan mana uang yang sepuluh ribu.

Bahkan mungkin dia tidak tahu bahwa uang dari saya adalah uang lima puluh ribuan.

Saya jadi mikir, luar biasa si mbak.

Meskipun dia tidak bisa melihat indahnya dunia seperti kita, tetapi semangat hidupnya dan semangat nya mencari rejeki tidak kalah dengan kita yang normal bisa melihat.

Sepertinya kita harus banyakb belajar dari si mbak pemijat pijat urut.

0 comments:

Post a Comment

 

Site Info

Welcome to my blog, this blog after upgrade theme.

Text

Berjuang Untuk 'Nilai' Copyright © 2009 imma is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template @rtNyaDesign Design My Blog