Sunday, February 10, 2013

Jangan Memaksakan Kehendak...

Cerita I

Suatu hari saya di telephone oleh sebuah kampus di Jakarta, pihak kampus mengabarkan ke saya bahwa saya diterima mengajar di kampus tersebut dengan mata kuliah Nasionalisme.
Demi Allah, saya tidak begitu mendengar jelas nama kampusnya apa, dan sombongnya saya sama sekali saya tidak mencari tahu tentang kampus tersebut.
Ketika di telephone saya hanya bilang; "okeh, saya menerima tawaran kampus bapak dan saya bersedia mengajar mata kuliah Nasionalisme".
Beberapa hari kemudian pihak kampus kembali menelephone saya dan memberitahukan bahwa beberapa hari kedepan akan ada rapat untuk dosen baru dan saya diwajibkan untuk datang.
Jika tidak datang, maka saya akan digantikan oleh dosen cadangan yang telah dipersiapkan oleh pihak kampus.

Hari itu rabu, mustinya saya sudah sampai kampus tersebut sejak pukul 17.00 WIB.
Tetapi hingga maghrib saya masih bersama dengan teman-teman saya anak stm yang kebetulan sedang membutuhkan kehadiran saya disitu.
Setelah urusan dengan teman-teman saya kelar, saya langsung meluncur ke daerah Pulomas untuk mengikuti rapat dosen baru mata kuliah Nasionalisme.
Di jalan hujan turun sangat deras disertai angin dan petir.
Selain itu jalanan juga banjir cukup tinggi sehingga mengakibatkan kemacetan panjang di daerah gatot subroto.
Karena macet saya memutuskan ambil kiri dan mengambil jalur dukuh atas, ternyata sama saja dalam keadaan macet total karena banjir.


Saya sudah siap dengan segala konsekuensinya jika ternyata tidak boleh terlambat untuk dosen baru.
Dan songongnya saya, sampai detik itu saya masih tidak paham dengan kampus yang mengundang saya untuk bergabung menjadi dosen disitu.
Yang saya pikirkan saat itu adalah bahwa saya tidak akan ngoyo dengan tempat kerja baru, toh saya sudah menjadi dosen tetap di UMJ.
Ketika saya harus mengajar di tempat lainpun, saya tetap musti mengutamakan yang UMJ.

Pukul 19.30 saya tiba di kampus tersebut daerah Pulomas dekat dengan kampus Jaya Baya.
Saya sebenarnya tertegun alias kaget ketika melihat kampus di depan saya begitu megah dan besar.
Tidak kalah besar dengan kampus Jaya Baya yang sudah lama eksis.
Meski gedung masih baru, tapi tata letak gedungnya menarik perhatian saya dan membuat saya nyaman berada disitu.
Saya langsung menemui satpam dengan kondisi badan basah kuyup, dan satpam tersebut sangat ramah dan segera mempersilahkan saya memarkir motor untuk kemudian naik keatas bergabung dengan dosen yang lainnya.
Karena benar, rapat sudah dimulai sejak jam 17.00 sore.

Tiba diatas saya malu dengan dosen yang lain, terutama dengan pimpinan saya kelak yang sedang memberi pengarahan kepada dosen-dosen baru.
Saya segera duduk dengan keadaan baju basah kuyup bagian bawahnya dan wajah belepotan dengan air hujan.
Bedak dan lisptik juga saya yakin sudah pada luntur semuanya, tinggal sisa kepercayaan diri saya yang begitu tinggi dan besar.
Selesai pengarahan saya meminta maaf kepada pimpinan tersebut dan menjelaskan kenapa saya terlambat.
Alhamdulillah tidak apa-apa dan beliau bisa memakluminya.
Akhirnya beliau memberitahukan kepada saya bahwa saya mengajar mata kuliah Nasionalisme mulai minggu kedua februari.

Cerita II

Sore itu sekitar pukul 17.30 saya memutuskan keluar rumah untuk membeli cap cay di depan gerbang Kahuripan.
Cap cay langganan saya yang sangat sederhana tapi sehat, karena cap cay tersebut tidak menggunakan minyak goreng, daging, sosis, dan telur.
Pembuatnya sudah paham dengan pesanan saya dan tidak pernah lagi bertanya akan komposisi si cap cay tersebut.
Keadaan sore itu hujan lebat disertai angin dan petir yang lumayan bersahutan.
Saking pengennya makan si cap cay itu, saya memutukan untuk tetap keluar rumah dengan menggunakan mantel.
Kebetulan jaran rumah saya ke warung cap cay tersebut lumayan jauh, kurang lebih 4-5 kilo meter.
Kata orang sih, apa yang saya lakukan sangat kurang kerjaan dan ngoyo.
Lha bagaimana tidak, wong timbang cap cay saja kok dibela-belain hingga sedemikian rupanya.

Setiba di warung cap cay, si bapak sangat sigap membuatkan cap cay kesukaan saya.
Setelah selesai saya langsung pamit untuk segera pulang karena hujan makin deras dan petir semakin banyak rasanya.
Saya kembali menggunakan mantel/jas hujan dan menjalankan motor butut saya.
Kurang lebih jalan baru 500 meter, saya tersadar bahwa cap cay saya hilang dari plastiknya beserta kerupuknya.
Ternyata pas saya cek plastik kreseknya bolong di bagian bawah, sehingga si cap cay dan kerupuk melorot keluar dari sangkarnya.
Ehm, sedih sih dan sebenarnya berniat untuk balik lagi dan membeli cap cay yang baru lagi.
Tapi saya sudah malu dan merasa tidak etis jika harus membeli cap cay dalam waktu bersamaan sebanyak dua kali.
Tetapi saya memutuskan untuk tidak kembali dan singgah di perumahan candra loka bermaksud membeli gado-gado tanpa nasi/tanpa lontong.

Alhamdulillah warung gado-gadonya masih buka dan masih melayani pembeli, soalnya terkadang menjelang maghrib warung gado-gado suka tutup.
Kebetulan pemilik warung (suami-istri) sedang ada di rumah, tidak seperti biasanya saya hanya ketemu dengan pelayannya.
Oya warung disitu menggunakan pernak-pernik serba khas Bali, dari meja, kursi, lukisan, dan hiasan lainnya.
Karena kebetulan ketemu dengan pemilik warungnya saya langsung menanyakan kenapa modelnya khas Bali.
Ternyata pasangan suami-istri tersebut sangat mencintai kebudayaan Bali dan pernah tinggal di Bali kurang lebih delapan tahun.
Akhirnya saya bisa memahami kenapda style rumah makannya style Bali yang sangat keren, meski pemiliknya asli orang Jawa Timur.

Karena hujan tambah deras, saya memutuskan untuk singgah dulu dan menunggu hujan agak redaan.
Dan saat menunggu tersebut saya bertemu dengan laki-laki muda asli orang kampung situ.
Cowok tersebut sedang ada perlu dengan pemilik warung gado-gado tersebut makanya dia singgah.
Tiba-tiba setelah agak lama, dia menggabungkan diri dalam diskusi ringan antara saya dengan pemilik warung gado-gado.
Ternyata cowok tersebut adalah teman dekat Dany pelaku bom bunuh diri  JW Marriot yang tubuhnya ditemukan hancur berantakan.
Cowok tersebut cerita banyak tentang dirinya dan kedekatannya dengan korban meninggal yang bernama Dany.
Dia juga memanjatkan syukur atas petunjuk Allah, karena dirinya akhirnya bisa melarikan diri dari komunitas ekstrimnya tersebut, dan tidak meninggal secara sia-sia.

Beberapa menit kemudian hujanpun reda dan saya memutuskan untuk pulang ke rumah, takut malam semakin larut dan sayapun pasti enggan pulang, karena saya orangnya suka ngobrol panjang lebar bla bla bla.
Selama perjalanan saya berpikir bahwa meskipun saya tidak jadi makan cap cay, tapi saya yakin ini semua sudah jalan Allah SWT.
Karena toh akhirnya saya bisa ketemu sama pemilik warung gado-gado dan bisa ketemu dengan cowok istimewa yang ternayata adalah teman dekat Dany pelaku bom bunuh diri JW MARIOT.
Kedua hal tersebut saya rasa jauh lebih berharga dibandingkan sekedar makan cap cay.

Hikmah dari cerita diatas

Bahwa apa yang kita inginkan dan kita mau, belum tentu yang terbaik untuk kita dan hidup kita.
Bahwa apa yang kita cintai dan sayangi, belum tentu baik di mata Allah.
Yakinlah bahwa Allah sangat adil, Dia akan selalu membimbing umatnya menuju jalan yang paling lurus dan jalan yang paling sempurna dari yang tidak sempurna.
So, jangan pernah memaksakan kehendak kepada orang lain dan jangan pernah sedikitpun terpikir di otaknya bahwa segala sesuatu itu kebetulan dan bukan kehendak dari Allah SWT.

0 comments:

Post a Comment

 

Site Info

Welcome to my blog, this blog after upgrade theme.

Text

Berjuang Untuk 'Nilai' Copyright © 2009 imma is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template @rtNyaDesign Design My Blog