Wednesday, June 29, 2011

Selamat Jalan Sahabatku Pak Ahmadi.....

Sekitar sebulan lalu ada seminar tentang transportasi di SMA Muhammadiyah 18 Jakarta Selatan tempat saya mengajar.

Selepas kegiatan saya membungkuskan dua nasi kotak buat Pak Ahmadi.

Saya inget kalau Pak Ahmadi mempunyai anak kecil, makanya saya pikir tidak salah kalau saya membungkuskan nasi buat Pak Ahmadi.

Kelar acara saya berbincang-bincang dengan Pak Ahmadi di parkiran, kami membincangkan tentang penerimaan siswa baru yang sebentar lagi akan dibuka.

Pak Ahmadi usul bahwa kalau bisa anak-anak IPM dan Tari Saman dilibatkan buat jadi tim sukses PSB.

Saya sebagai pembina Tari Saman sangat menyambut gembira jika sekolah percaya dengan anak-anak Saman.

Selesai ngobrol sama pamit dan bersalaman dengan Pak Ahmadi.

Di luar gerbang, secara tidak sengaja saya melihat Pak Ahmadi sedang memberikan dua kotak nasi yang saya bungkuskan buat dia kepada OB sekolah.

Saya benar-benar tercengang dan tanpa saya sadari tiba-tiba air mata saya mengalir dengan derasnya, saya menangis sesenggukan.

Saya benar-benar terharu dengan kebaikan Pak Ahmadi, padahal dia bilang bahwa nasi tersebut akan diberikan buat anak-anaknya, tapi ternyata nasi itu diberikan kepada orang lain yang sepertinya memang belum dapat bagian nasi kotak.

Saya tidak tahu kenapa saya menangis seperti anak kecil, yang saya ingat tiba-tiba saja saya ingin menangis saat itu.

Beberapa hari kemudian saya ngobrol dengan orang Muhamamdiyah di lingkungan sekitar sekolah.

Saya bilang bahwa saya senang Pak Ahmadi bisa menjadi Wakil Kepala Sekolah menggantikan almarhum Bu Mun.

Saya juga bilang bahwa Pak Ahmadi orangnya sangat baik, semangat, ceria, dan konsepnya cemerlang.

Si bapak setuju dengan pernyataan saya, bahkan dia yakin bahwa Pak Ahmadi memang mempunyai jiwa kepemimpinan yang tinggi.

Saya juga alhamdulillah sudah beberapa kali main ke rumah Pak Ahmadi.

Saya senang dan nyaman ketika main ke rumah Pak Ahmadi.

Suasana rumahnya begitu damai meski ramai dengan anak-anaknya yang berjumlah lima orang.

Saya selalu melihat bahwa Pak Ahmadi selalu berusaha menyenangkan tamunya, meskipun sebenarnya di rumah tidak ada makanan.

Pernah saya dibelikan nasi goreng langganan Pak Ahmadi yang rasanya lumayan enak.

Pak Ahmadi juga tak henti-hentinya membicarakan tentang kemajuan sekolah kami tercinta.

Pak Ahmadi selalu tersenyum dan ceria dalam setiap pembicaraan.

Saya benar-benar betah main ke rumah Pak Ahmadi, anak-anaknya juga lucu-lucu dan cakep-cakep.

Seminggu sebelum Pak Ahmadi meninggal, tepatnya malam rabu saya main ke rumah Pak Ahmadi.

Saya janjian ke rumah Pak Ahmadi dari selasa siang saat kami di sekolah.

Pak Ahmadi mau mengajak saya ke rumah dosen Universitas Muhammadiyah Tangerang yang kebetulan tetangga Pak Ahmadi.

Pak Ahmadi mau bantu saya supaya saya bisa mengajar di UMT.

Sore hari Pak Ahmadi telephone saya.

Pak Ahmadi; ibu jadi ke rumah saya nggak?

Saya; jadi pak, emang bapaknya ada di rumah nanti malam?

Pak Ahmadi; ada tapi malam jam 21.30an.

Saya; emang nggak kemalaman pak jam segitu?

Pak Ahmadi; enggak kok biasa saja, nanti ke rumah dulu aja sambil nunggu bapaknya pulang dari kampus UMT.

Saya; yaudah nanti setelah isya saya ke rumah bapak.

Pak Ahmadi; yaudah saya tunggu ya bu, nanti kalau lupa rumah saya ibu telephone saya saja pas di pasar bengkok.

Saya sampai di rumah Pak Ahmadi sekitar jam 20.30 WIB, Pak Ahmadi di rumah hanya dengan anak terakhirnya.

Anak terakhir Pak Ahmadi perempuan tetapi setelah saya lihat-lihat wajahnya mirip Irfan Bachdim.

Spontan saya bilang; dek wajahmu cakep dan mirip ma Irfan Bachdim tau.

Pak Ahmadi dan si adek tertawa dengan riangnya.

Saya datang ke rumah Pak Ahmadi dengan membawa pisang goreng Pontianak, tapi saya lihat pisangnya tidak langsung di makan tetapi malah dibiarkan begitu saja.

Anak yang lain pulang dari mengaji dan Pak Ahmadi menyuruh anaknya membelikan kacang buat cemilan saya.

Dia juga mengeluarkan kerupuk khas Cirebon yang disajikan dengan saos sambal.

Saya begitu tertarik untuk memakan kacang dan kerupuk tersebut karena melihat Pak Ahmadi yang juga semangat makan.

Kami ngobrol banyak tentang IPM, Ekskul, Sekolah, Murid baru, dan semua tentang sekolah.

Pukul 22.00 WIB saya diantar Pak Ahmadi ke rumah dosen UMT.

Kami ngobrol di rumah dosen tersebut sekitar satu jam lebih.

Dan kurang lebih jam 24.00 WIB saya pamitan untuk pulang.

Ternyata itu pertemuan terakhir saya dengan Pak Ahmadi.

Saat saya sia-siap pulang, Pak Ahmadi keluar rumah untuk mengantar saya, istrinya juga ikut keluar.

Pak Ahmadi; hati-hati dijalan bu.

Saya; iya pak santai saja.

Istri; nggak takut bu malam-malam begini?

Saya; ah saya ma udah biasa bu, wong temen-temen saya kan preman-preman Jakarta.

Pak Ahmadi; dia ma udah bisa pulang larut malam, hahaha.

Saya; tau ne pak, jadi kebal dengan rasa takut gara-gara nongkrong mulu ma anak-anak malam.

Pak Ahmadi; tapi sudah ada hasilnya kan penelitiannya?

Saya; alhamdulillah pak, tinggal nyusun saja.

Pak Ahmadi; baguslah, jangan sampai cuma cape doang bu.

Saya; iya pak, mohon doanya saja, saya pulang dulu ya pak?

Pak Ahmadi; iya bu hati-hati ya?

Saya; iya pak.

Malam Jum'at saya pulang kampung ke Pekalongan.

Malam senin saya melakukan perjalanan menuju Jakarta.

Malam senin pukul 24.00 ada telephone masuk dari Pak Ahmadi, tapi sayang tidak keangkat karena hp saya getar.

Subuh saya baru sampai di Cibitung, saya kontak balik Pak Ahmadi dan ternyata yang balas anaknya.

Anaknya cerita bahwa Pak Ahmadi sedang di rawat di Bhakti Asih dari semalam dan kondisinya koma.

Saya kaget dan tidak percaya, langsung saya sms semua guru-guru.

Saya terus berdo'a agar Pak Ahmadi bisa sembuh seperti sedia kala, saya percaya bahwa Pak Ahmadi mempunyai sugesti yang sangat bagus.

Buktinya dia bisa sembuh total dari struk yang sebelumnya.

Jam 10.00 WIB saya tiba di Hotel Bintang Menteng untuk ikut pelatihan BKKBN.

Jam 11.00 WIB saya dapat kabar dari Pak Jaeylani bahwa Pak Ahmadi telah wafat.

Lemes badan saya, pusing, nyilu, dan hampir pingsan.

Saya sudah tidak konsen lagi ikut pelatihan, tapi apa mau dikata saya tidak bisa keluar dari pelatihan tersebut karena saya satu-satunya perwakilan dari PPNA.

Saya langsung sms semua guru-guru dan semua murid-murid saya yang nomornya ada di HP saya.

Selamat jalan sahabatku Pak Ahmadi.

Semangatmu,

Keceriaanmu,

Senyummu,

Konsep-konsep cerdasmu,

Kebaikanmu,

Kesabaranmu,

Akan selalu menginspirasi kami,

Saya yakin, Allah begitu menyayangimu, sehingga Allah memanggilmu di usia 43 tahun.

Terima kasih atas masukan-masukannya.

Continue Reading...

Tuesday, June 21, 2011

Ternate Maluku Utara...

Waktu ada tawaran dari SE Nasyiah untuk ke Maluku Utara, saya langsung bersedia, maklum saya belum pernah berkunjung ke Provinsi Maluku.
Dengan senang hati saya menerima tawaran PP NA untuk ikut Rakernas KNPI.
Sebenarnya saya ada agenda mengajar yang tidak bisa ditinggalkan, lagi-lagi karena saya belum pernah ke Maluku, maka saya mengorbankan agenda mengajar saya di kampus Mampang.
Tidak apa-apa kok, karena belum tentu kesempatan ke Maluku datang untuk yang kedua kalinya.
Hehehehe.

Berangkat malam jumat pesawat pukul 01.30, gile malam banget berangkatnya.
Sore harinya saya masih ngajar di Pasar Kemis, malam hari saya siap-siap dan saya berangkat ke Bandara menggunakan Taksi.
Sampai di Bandara saya ketemu dengan beberapa teman-teman dari OKP lain.
Kebetulan sekali ada satu teman dari IPPNU yang sudah saya kenal, kami pernah bareng di Rakernas KNPI yang diadakan di Palembang.

Tiba di Ternate pukul 08.00 WIT, selisih dua jam dari Jakarta.
Hotelnya sangat menarik, karena langsung berhadapan dengan gunung di sebelah kanan, dan lautan disebelah depannya.
Daerahnya juga asri dan dingin, membuat saya merasa nyaman dan tentram.
Hari itu saya sibuk turun hotel untuk membeli pembalut, maklum karena buru-buru saya lupa membawa bekal pembalut.
Turun hotel saya langsung mencari warung kecil dan alhamdulillah ketemu.
Penjualnya mbak cantik yang ternyata orang Manado, dia bilang bahwa di Ternate banyak orang Manado.
Orang Manado banyak yang merantau ke Ternate karena jarak dari Manado ke Ternate luamayan dekat.

Siang hari sampai sore, saya tidur dengan nyenyaknya.
Saya sekamar sama Nihlah dari IPPNU, Nihlah juga tidur dengan antengnya.
Ternyata saat kami tidur, peserta Rakernas yang lain asyik jalan-jalan menikmati indahnya kota Ternate.
Tentu, saya sangat menyesal dan tidak enak hati.
Tapi mau bagaimana lagi, nyatanya saya sangat lelah hari itu, sehingga saya memilih tidur dari pada jalan-jalan.
Hahahaha.

Hari-hari saya nikmati di dalam hotel mengikuti jalannya Rakernas KNPI.
Hotelnya bagus sehingga saya cukup nyaman di dalamnya.
Alhamdulillah juga makanannya enak dan sesuai selera saya.
Saya juga kaget karena makanannya manis dan asin, saya pikir makanan di Ternate pedas.
Ternyata pas saya cek kepihak hotel, pihak hotel menyesuaikan dengan peserta Rakernas yang kebanyakan dari luar Ternate.

Malam terakhir sebelum esoknya harus balik ke Jakarta, teman dari PW NA dan PW M setempat mendatangi saya dan mengajak saya jalan.
Dengan senang hati saya menerima ajakan teman saya tersebut, tidak lupa saya mengajak Nihlah dan Bang Edy PP PM.
Kami diajak muter-muter kota Ternate, dan terakhir kami diajak ke pinggir pantai untuk menikmati jahe campur kenari, dan makanan cemilan khas Ternate.
Mengejutkan, makanan cemilan khas Ternate adalah keripik pisang setengah matang disertai dengan sambal pedas dan kacang asin goreng.
Hehehehe.
Unik dan lucu, karena sambalnya kebetulan lumayan pedas.
Tapi meskipun pedas, kami semua menikmati cemilan tersebut sambil memandang lautan lepas yang terlihat pekat oleh malam.

Tiba-tiba di jalan raya dekat kami duduk santai, ada serombongan mahasiswa sedang berdemo meneriakkan aspirasinya.
Demonya biasa dan saya tidak kaget, yang tidak biasa adalah demo yang dilaksanakan pada malam hari.
Dan demo tersebut ditujukan kepada para pengunjung pinggir pantai yang posisinya sebagai masyarakat.
Hahahaha, seru seru.

Keesokan harinya saya harus kembali ke Jakarta bersama sebagian perserta Rakernas.
Maklum sebagian peserta masih ingin tinggal di Ternate, mereka masih ingin jalan-jalan di kota Ternate.
Saya dan sebagian teman yang pulang terlebih dahulu sebenarnya ingin ikut jalan-jalan, tapi kebetulan ada beberapa kegiatan yang harus kami lakukan di Jakarta.
Minggu dini hari saya dan sebagian teman sudah tiba di Bandara Ternate.
Pesawat agak terlambat datang, tapi kami tidak begitu gelisah.
Kami mencoba memahami cuaca di Ternate yang waktu itu lumayan mendung.

Pukul 10.00 WIB kami tiba di Jakarta.
Alhamdulillah kami semua tiba dalam keadaan selamat.
Beberapa teman ada yang naik taksi, ada juga yang naik damri, dan ada yang dijemput sama keluarganya.
Saya memutuskan naik damri jurusan gambir bareng dengan sahabat saya dari IPPNU Nihlah.
Tiba di gambir saya dan Nihlah langsung berlari menuju grobak mie ayam.
Maklum, kami kelaparan.
Hahahaha.
Continue Reading...

Sunday, June 19, 2011

Belajar dari sebuah kejadian.....

Saya punya sebuah cerita, semoga cerita saya nanti bisa diambil hikmahnya oleh semua yang membaca, amien.

Cerita I
Tadi sore saya membeli sate Madura langganan saya, seperti biasa saya membeli cuma satu porsi.

Ternyata yang jaga bukan bapak ibu yang biasanya, melainkan menantu perempuannya karena kebetulan si bapak dan ibu sedang tidak enak badan.

Saya langsung pesen sate satu porsi dan menegaskan pake bumbu kecap bukan kacang.

Karena kebetulan saya tidak begitu suka dengan bumbu kacang.

Lima belas menit kemudian sate sudah matang dan saya minta di bungkusin nasi, karena di rumah tidak ada nasi.

Saya; mbak nasinya satu bungkus ya?

Mbak; iya mbak.

Saya; eh ada lontong ya mbak?

Mbak; ada mbak, mau?

Saya; ehm, enaknya nasi apa lontong ya?

Mbak; lha saya tidak tahu, kan yang mau makan mbak bukan saya.


Saya bengong melihat si mbaknya, bengong karena mendapat jawaban yang tidak saya sangka-sangka.

Saya berharap si mbak akan memberikan saya solusi untuk memilih nasi atau lontong.

Ternyata si mbak gk begitu respon dengan pertanyaan saya.

Yah tapi apa mau dikata, jawaban si mbak juga ada benarnya.

Karena memang benar, yang mau makan kan saya bukan dia.

Jadi dia tidak perlu repot-repot memikirkan jawaban yang tepat atas pertanyaan saya.

Cerita II

Pernah nggak curhat sama teman? pasti hampir sebagian kita senang curhat sama teman kita.

Tapi teman yang bagaimana dulu ne? kalau sahabat pasti akan cocok dan menarik.

Tapi kalau sekedar teman biasa, mungkin tidak akan sebaik curhat dengan sahabat.

Saya; adek saya kan lulus SMP, dia pengen masuk SMK (STM), saya sih boleh-boleh saja, tapi ibu saya nggak boleh.

Teman; owh.

Saya; ibu saya bilang, anak cewek nggak pantes masuk STM.

Teman; ehm.

Saya; padahal kan cowok dan cewek sama saja, anak cewek juga boleh kok sekolah di STM.

Teman; iya.

Saya; menurut kamu gimana?

Teman; nggak tau dech.


Sumpah, gokil banget, empet banget rasanya.

Kecewa setengah mati sama tu teman, berharap diberi solusi malah dibikin kecewa, hahaha.

Pernah nggak ngalamin kayak begitu? pasti pernah dech.

Tapi lagi-lagi nggak bisa nyalahin orang, karena karakter orang memang unik.

Mungkin salah kita karena curhat tidak pada orang yang tepat.

Saya punya sebuah cerita, semoga cerita saya nanti bisa diambil hikmahnya oleh semua yang membaca, amien.


Cerita I

Tadi sore saya membeli sate Madura langganan saya, seperti biasa saya membeli cuma satu porsi.

Ternyata yang jaga bukan bapak ibu yang biasanya, melainkan menantu perempuannya karena kebetulan si bapak dan ibu sedang tidak enak badan.

Saya langsung pesen sate satu porsi dan menegaskan pake bumbu kecap bukan kacang.

Karena kebetulan saya tidak begitu suka dengan bumbu kacang.

Lima belas menit kemudian sate sudah matang dan saya minta di bungkusin nasi, karena di rumah tidak ada nasi.

Saya; mbak nasinya satu bungkus ya?

Mbak; iya mbak.

Saya; eh ada lontong ya mbak?

Mbak; ada mbak, mau?

Saya; ehm, enaknya nasi apa lontong ya?

Mbak; lha saya tidak tahu, kan yang mau makan mbak bukan saya.


Saya bengong melihat si mbaknya, bengong karena mendapat jawaban yang tidak saya sangka-sangka.

Saya berharap si mbak akan memberikan saya solusi untuk memilih nasi atau lontong.

Ternyata si mbak gk begitu respon dengan pertanyaan saya.

Yah tapi apa mau dikata, jawaban si mbak juga ada benarnya.

Karena memang benar, yang mau makan kan saya bukan dia.

Jadi dia tidak perlu repot-repot memikirkan jawaban yang tepat atas pertanyaan saya.


Cerita II

Pernah nggak curhat sama teman? pasti hampir sebagian kita senang curhat sama teman kita.

Tapi teman yang bagaimana dulu ne? kalau sahabat pasti akan cocok dan menarik.

Tapi kalau sekedar teman biasa, mungkin tidak akan sebaik curhat dengan sahabat.

Saya; adek saya kan lulus SMP, dia pengen masuk SMK (STM), saya sih boleh-boleh saja, tapi ibu saya nggak boleh.

Teman; owh.

Saya; ibu saya bilang, anak cewek nggak pantes masuk STM.

Teman; ehm.

Saya; padahal kan cowok dan cewek sama saja, anak cewek juga boleh kok sekolah di STM.

Teman; iya.

Saya; menurut kamu gimana?

Teman; nggak tau dech.


Sumpah, gokil banget, empet banget rasanya.

Kecewa setengah mati sama tu teman, berharap diberi solusi malah dibikin kecewa, hahaha.

Pernah nggak ngalamin kayak begitu? pasti pernah dech.

Tapi lagi-lagi nggak bisa nyalahin orang, karena karakter orang memang unik.

Mungkin salah kita karena curhat tidak pada orang yang tepat.


Cerita III

Waktu ngajar di kelas, saya pernah bertanya kepada murid saya tentang materi yang sedang saya jelaskan.

Kala itu saya menjelaskan tentang fenomena yang terjadi di negara Indonesia.

Saya; tingkat korupsi di Indonesia bukan semakin turun tapi semakin meningkat.

Murid; betul banget bu.

Saya; padahal kita sudah punya hukum, tapi belum memberikan efek jera kepada para koruptor.

Murid; hukum mati saja bu yang korupsi.

Saya; usul yang bagus, ada lagi usulan lain? budi?

Budi; iya bu?

Saya; menurut kamu, bagaimana agar para koruptor bisa jera sehingga korupsi bisa ditanggulangi?

Budi; nggak tahu bu.


Ya Allah, kok bisa ya dia jawab nggak tahu?

Padahal pertanyaannya sangat gampang dan jawabannyapun nggak perlu pakai hitungan.

Tapi ternyata murid saya nggak mau berusaha untuk sekedar kreatif dalam menjawab.

Seharusnya sebagai pelajar, dia berani berupaya untuk menjawab meskipun kurang tepat.

Karena guru saya pastikan akan menghargai jawaban muridnya yang mau berusaha.

Ketimbang cuma menjawab; nggak tahu bu.
Continue Reading...

Monday, June 06, 2011

Kangen Mbak-Mbak Rohis--

Waktu kuliah di Semarang, saya sempat bergabung dengan Rohis/kerohanian Islam.

Sebenarnya saya nggak sengaja masuk ke kelompok Rohis.

Waktu daftar ulang saya di datangi mbak-mbak yang kebetulan anak Rohis.

Mbak-mbak tersebut menawarkan saya kost-kostan.

Karena saya belum dapat kost, akhirnya saya terima tawaran mbak-mbak tersebut.


Saya bertahan kost bareng mereka selama tiga semester.

Saya nggak berniat memperpanjang tinggal disitu karena beberapa alasan.

Saya memang tidak begitu sepakat dengan aturan-aturan yang diterapkan mbak-mbak di kost.

Menurut saya terlalu ketat dan mengekang kebebasan saya.


Tapi meskipun saya kurang cocok, saya harus akui bahwa banyak hal baik yang sebenarnya bisa kita contoh.

Beberapa hal tersebut yaitu:

1. Mbak-mbak senior saya membiasakan kepada penghuni kost untuk sholat lail.

2. Kami dibiasakan tadarus al-qur'an selepas sholat maghrib.

3. Membaca al-ma'tsurat setelah sholat subuh.

4. Kami adek-adeknya diajak puasa senin kamis bahkan ada yang puasa daud.

5. Mbak-mbak mencontohi kami tentang bagaimana berbusana muslimah yang benar.

6. Kami dilarang pacaran, bersalaman dengan cowok, berboncengan dengan cowok, dan bicara langsung dengan cowok.

7. Saat berbicara dengan lawan jenis, kami diajarkan untuk menggunakan hijab.

8. Kami tidak boleh berdua-duaan dengan lawan jenis kecuali ada teman ketiga.

9. Kami dibiasakan untuk bertutur kata lembut dan santun.

10. Tidak dibolehkan menggunjing dan berbohong.

11. Menyalami sesama muslimah ketika ketemu di jalan.

12. dll--


Menarik sebenarnya, juga sangat baik.

Tetapi sayang, persepsi baik saya kurang sama dengan persepsi baik mereka.

Saya merasa bahwa hidup ini akan indah jika tidak dibatasi seperti di atas.

Saya ingin berekspresi dan menunjukkan bakat saya kala itu.

Dan akhirnya saya merasa harus keluar dari komunitas mereka.


Kini, kadang saya kangen dengan suasana seperti di atas.

Suasana hangat penuh kekeluargaan.

Kehidupan di kost laksana hidup dalam keluarga kandung.

Saling menasehati, membimbing, memberi, membantu, dan mendukung.

Suka dan duka dijalani bersama-sama.

Semua berusaha semaksimal mungkin untuk meminimalisir perbuatan dosa.


Mbak-mbak Rohis adalah sosok perempuan santun, manis, dan sangat alim.

Mereka komitmen dengan aqidah Islamiyah.

Mereka menghindari sesuatu yang mendekati zinah seperti pacaran.

Bukan tidak mau menikah, mereka manusia normal yang ingin melangsungkan kehidupan.

Mereka menikah tidak melalui pacaran tetapi melalui ta'aruf yang dijembatani oleh para murabbi mereka.


Sayang, saya sudah nggak tahu dimana keberadaan mereka.

Selepas dari UNNES saya langsung kabur merantau ke Jakarta.

Dan ketika ke Semarang, saya sudah tidak menemukan jejak mereka.

Maklum, hampir sebagian besar mbak-mbak saya sudah lulus kuliahnya.

Dan hampir dari mereka sudah berkeluarga dan meninggalkan Semarang.


Meskipun saya sering membantah mbak-mbak saya pada waktu itu.

Tapi saya sangat sayang dengan mereka semuanya.

Saya membantah bukan benci, tetapi karena saya ingin tahu semuanya secara detail dan logis.

Saya tidak hanya membantah, tetapi kadang juga tidak menuruti apa kata mereka.

Bahkan saya tahu bahwa mbak-mbak saya tersebut sering sedih melihat tingkah saya yang bandel.


Ehm, saya cuma ingin bilang bahwa meskipun saya kurang sepakat dengan prinsip mbak-mbak saya.

Tetapi sepertinya metode di atas bisa digunakan untuk mengatasi persoalan remaja di ibu kota.

Beberapa persoalan remaja di ibu kota seperti:

1. Free seks

2. Narkoba

3. Tawuran

4. Judi

5. Mabok

6. dll--

Sepertinya bisa dikurangi, jika remaja kita menjalankan agama dengan benar.

Jika remaja kita takut akan dosa.

Jika remaja kita takut akan potret buram masa depannya.


Nyilu melihat kondisi remaja saat ini yang posisinya sebagai generasi muda penerus bangsa.

Tentu ini tanggung jawab kita secara bersama-sama.
Continue Reading...
 

Site Info

Welcome to my blog, this blog after upgrade theme.

Text

Berjuang Untuk 'Nilai' Copyright © 2009 imma is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template @rtNyaDesign Design My Blog