Setibanya di sekolah saya langsung
memarkir motor saya di parkiran depan, tepatnya di depan ruang guru SMP
Muhammadiyah. Kondisi parkiran sangat sempit dan hanya tersisa sedikit untuk
motor saya, karena sudah tidak ada tempat sayapun sedikit memaksakan supaya
motor saya tersebut bisa masuk diantara motor-motor yang lainnya.
Guru: “bisa tidak mbak?”
Saya: “agak susah bapak, karena
sempit.”
Guru: “sini saya bantu mbak.”
Saya: “terima kasih bapak, maaf
merepotkan bapak.”
Guru: “sama-sama dan tidak apa-apa
mbak, oya mbak kenapa baru datang? Teman-teman yang PPL sepertinya sudah datang
dari pagi lho?”
Saya: “iya bapak, tadi di rumah ada
yang harus diselesaikan dulu, makanya saya terlambat.”
Guru: “yasudah sana cepat ke kantor
guru MI, supaya bisa langsung masuk kelas dan mengajar.”
Saya: “terima kasih bapak.”
Saya sesungguhnya tersenyum geli,
karena si bapak guru tersebut menyangka saya masih mahasiswa. Disisi lain saya
senang karena itu berarti bapak guru tersebut masih menganggap saya muda dan
hampir seusia dengan mahasiswa saya yang sedang PPL. Saya langsung masuk ke
ruang guru bersalaman dan ngobrol dengan guru-guru MI yang sedang berada di
kantor. Setelah ngobrol seperlunya saya langsung ijin untuk masuk ke ruangan
kelas 3, kebetulan guru PPL di kelas 3 yaitu Dini dan Bachrul. Saya langsung
masuk dan duduk di bangku siswa yang kebetulan diduduki hanya satu orang,
karena teman sebangku siswa tersebut sedang tidak masuk karena ijin. Di dalam
tidak hanya Dini dan Bachrul tetapi ada juga Maheni dan Anggi yang sedang
menjadi observer.
Saya mencoba mengamati keadaan kelas
tersebut dengan seksama, supaya saya bisa memahami kondisi psikologis mahasiswa
saya yang sedang PPL disitu. Siswa-siswi sebagian gaduh, sebagian lagi
berlarian kesana kemari, sebagian lagi mencatat dengan serius, dan sebagian
lagi maju ke depan untuk menyerahkan hasil tulisan mereka kepada guru PPL. Saat
itu juga saya berfikir betapa lucu, unik, menarik, dan menggemaskannya
anak-anak usia Sekolah Dasar. Butuh kesabaran lebih dan butuh keberanian untuk
menghadapi anak-anak tersebut. Karena jika salah mendampingi maka akibat
kedepannya bisa fatal bagi anak tersebut.
Tiga puluh menit kemudian bel
istirahat berbunyi, guru PPL mempersilahkan siswa-siswi untuk ke luar kelas dan
beristirahat. Karena tertarik melihat aktivitas anak-anak tersebut, saya
mengikuti mereka beristirahat, dan sebagian besar mereka menuju kantin di belakang
yang letaknya tidak jauh dari ruang guru. Jajanan disitu sangat banyak dan
lumayan beragam, dan yang menarik adalah jajanan disitu sangat murah dan
terjangkau oleh kantong anak-anak. Disitu ada siswa yang membawa bambu untuk
bermain enggrang, sepertinya sangat menarik jika saya bisa memainkan enggrang
tersebut.
Saya: “hai, boleh pinjam bambunya
tidak?”
Siswa: “memangnya kakak bisa mainnya?”
Saya: “saya waktu kecil mahir, tapi
sekarang sudah lupa, ada yang mau mengajari saya?”
Siswa: “boleh kalau kakak mau, saya
bisa mengajari kakak bermain enggrang.”
Saya: “terima kasih ya sudah mau
mengajari, tapi susah sekali, kakak sepertinya tidak bisa lho bermain enggrang
ini.”
Siswa: “kalau kakak sering berlatih
pasti nanti bisa, intinya harus gigih berlatih kak.”
Saya: “jadi begitu ya? Berarti
kapan-kapan kakak harus belajar lebih gigih lagi ya supaya bisa bermain
enggrang.”
Siswa: “iya kakak benar sekali, oya
kakak mengajar di kelas mana?”
Saya: “kakak tidak mengajar.”
Siswa: “kenapa tidak mengajar kak?”
Saya: “karena saya gurunya mereka,
jadi saya tidak mengajar.”
Siswa: “owh jadi begitu ya kak, hehe.”
Saya: “iya sayang.”
Setelah bermain dan ngobrol dengan
siswa-siswi MI tersebut saya mengajak mahasiswa untuk kumpul sebentar untuk
berkoordinasi. Saya melihat mahasiswa saya ikut nimbrung jajan di kantin
tersebut, setelah saya tanya mereka menjawab harganya sangat murah sekali,
sehingga sangat menyenangkan mahasiswa. Cuma ada satu hal yang disampaikan oleh
Fikrah, bahwa sampah bekas anak-anak jajan berserakan di tanah, itu terjadi
karena tidak adanya tempat sampah disitu, sehingga anak-anak dengan santainya
membuang sampah sembarangan. Akhirnya saya menyarankan supaya mahasiswa yang
PPL menyiapkan tempat sampah disitu entah berupa tempat sampah sungguhan atau plastik
hitam besar yang khusus untuk tempat sampah. Karena bagaimanapun itu adalah
sekolah Muhammadiyah, sehingga tidak patut sepertinya jika masalah membuang
sampah saja tidak tuntas.
Demikian kunjungan saya pada hari ini,
setelah koordinasi dengan mahasiswa saya langsung ke ruang kantor untuk ngobrol
lagi dan sekalian pamitan dengan guru-guru yang ada di kantor. Bahagia rasanya
bisa belajar banyak dari semua yang ada di sekolah tersebut. Belajar tentang
kesabaran, belajar tentang dunia anak-anak, belajar betapa susahnya menjadi
guru untuk anak Sekolah Dasar, dan belajar untuk selalu menghargai apapun yang
ada di sekitar kita, amin.
0 comments:
Post a Comment