Tuesday, May 18, 2010

“TITIK BALIK: MENERJANG RINTANGAN MENGGAPAI MASA DEPAN”

Kata Orang Saya Orang Miskin

Saya lahir dari seorang ibu dan bapak yang pekerjaannya sebagai petani di salah satu Kabupaten di Jawa Tengah. Saya tidak pernah malu lahir dari seorang ibu petani, karena kebetulan masyarakat di kampung saya pada waktu itu berprofesi sebagai petani. Usia tujuh tahun bapak saya meninggal dunia karena penyakit komplikasi, ketika itu saya belum begitu paham akan arti sebuah kehilangan seorang bapak. Saking tidak tahunya saat menjelang pemakaman saya malah bermain-main di Sekolah Dasar dekat rumah nenek saya.

Bapak saya meninggalkan dua anak yaitu saya dan adik laki-laki saya yang usianya tiga tahun di bawah saya. Ibu saya tentu sangat sedih karena kehilangan orang yang dicintainya, tapi saya tahu bahwa ibu saya adalah wanita yang hebat dan tegar. Ibu saya baru menikah lagi setelah umur saya 10 tahun, saat itu saya duduk di bangku kelas enam Sekolah Dasar. Tapi sayang, pernikahan ibu saya yang kedua tidak berlangsung lama, karena bapak tiri saya ternyata tidak sebaik harapan ibu saya. Dia memperlakukan ibu saya dengan kejam dan tidak manusiawi, ibu saya pernah ditendang perutnya saat sedang hamil delapan bulan.

Bapak tiri saya usianya jauh lebih muda dari ibu saya, sehingga ibu sayalah yang harus mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Saat bercerai dengan suami keduanya, ibu saya ditinggali satu orang anak perempuan buah cinta mereka berdua. Kelak anak perempuan tersebut tumbuh berkembang bersama keluarga saya, bapaknya hanya mengakui secara fisik tetapi tidak memberikan kebutuhan-kebutuhan anaknya secara materi. Keluarga saya tidak mempermasalahkannya, karena dari dulu keluarga saya sudah tahu sifat dan karakter si bapak tersebut.

Ibu saya adalah wanita yang benar-benar hebat dan kuat, dia begitu tangguh membesarkan ketiga anak-anaknya. Dia adalah petani kampung biasa yang tidak kaya tetapi mempunyai optimisme yang luar biasa kaya. Dia bertekad sangat kuat untuk membuat anak-anaknya menjadi anak pandai tidak seperti dirinya yang cuma lulusan Sekolah Dasar. Perkataannya yang dijadikan sebagai prinsip dibuktikan secara nyata, ibu saya berani mengambil langkah untuk menguliahkan saya selepas saya lulus Sekolah Menengah Kejuruan.

Selepas lulus SMK saya merengek-rengek kepada ibu saya untuk bisa kuliah, tetapi ibu saya malah menangis dan bilang bahwa dia tidak mampu menguliahkan anak-anaknya. Saking ingin kuliah saya sampai mencuri-curi ikut PMDK tanpa sepengetahuan ibu saya dan alhamdulillah saya masuk Universitas Negeri Semarang (UNNES) Jurusan PPKn. Mungkin karena ibu saya memang baik dan sayang sama anak-anaknya, akhirnya ibu saya setuju dengan rencana kuliah saya. Saya tahu ibu saya pasti bingung ditambah tidak enak hati lantaran omongan para tetangga yang mengklaim bahwa orang miskin tidak akan mampu untuk kuliah.

Saya sebagai anak yang tugasnya hanya belajar sama sekali tidak mempedulikan omongan para tetangga yang sesungguhnya membuat telinga jadi merah, yang saya pikirkan waktu itu hanya satu yaitu belajar dengan sungguh-sungguh dan bisa lulus dengan tepat waktu. Alhamdulillah kuliah saya berjalan dengan lancar, dan saya bisa lulus tepat waktu yaitu empat tahun. Saya harus lulus empat tahun karena harus bergantian kuliah dengan adik saya yang ketika saya lulus kuliah dia juga lulus SMA.
Selama kuliah bukan tidak ada kendala-kendala, jatah uang saya perbulan terhitung sangan minim dibandingkan teman-teman saya. Saya harus bisa mengirit-irit uang agar bisa beli buku dan foto copy tugas-tugas, belum lagi sebagai aktivis intra dan ekstra kampus saya juga harus memiliki sisa uang untuk beraktivitas kesana-kemari.

Tapi alhamdulillah semuanya berjalan dengan lancar dan saya cukup bahagia dengan semuanya, karena yang terpenting bagi saya adalah kesempatan menuntut ilmu. Bagaimanapun kita harus sadar bahwa tidak semua manusia mempunyai kesempatan untuk melanjutkan studynya.

Setelah saya lulus kuliah alhamdulillah ibu saya bisa menguliahkan adik saya juga, dan itu tentu suatu kebanggan buat keluarga saya yang di klaim orang sebagai keluarga miskin. Keluarga miskin yang kata para tetangga dianggap tidak akan mampu sekolah hingga tinggi yaitu Sarjana. Namanya juga ibu saya, dia adalah wanita hebat yang tidak pernah mengeluh dan tidak peduli dengan gunjingan orang. Dia adalah seorang ibu yang sangat optimis dan mempunyai keyakinan akan apa yang dipilihnya. Ibu saya bukan tidak sadar akan kemiskinan yang disandangnya, ibu saya berprinsip bahwa tidak ada yang tidak mungkin dalam hidup.

Selepas kuliah dari Semarang saya merantau ke Jakarta untuk meneruskan aktivitas saya di organisasi tingkat pusat. Saya alhamdulillah mewarisi semangat dari ibu saya tercinta, dan dengan semangat itulah saya memutuskan untuk melanjutkan study Magister di Universitas Muhammadiayah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA) Jurusan Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (PEP). Bukan karena saya kaya, tetapi saya hanya khawatir jika tidak langsung melanjutkan nantinya saya akan malas untuk belajar lagi. Tentu sembari kuliah saya juga memikirkan biaya-biaya kuliah Magister yang pastinya lebih mahal dari ketika kuliah Sarjana di Semarang. Tetapi lagi-lagi saya ingat prinsip ibu saya yaitu bahwa tidak ada yang tidak mungkin dalam hidup ini.

Tahun 2008 awal saya berhasil menyandang gelar Magister Pendidikan. Tentu saya sangat bangga dan bahagia atas gelar tersebut. Bagaimanapun saya mendapatkan gelar tersebut dengan susah payah dan perjuangan yang panjang. Selama kuliah di UHAMKA saya mempunyai banyak kendala terutama kendala ekonomi. Saya harus mencari dana kesana-kemari untuk membiayai kuliah Magister saya. Semua orang yang saya anggap kaya dan dermawan saya datangi untuk sekedar mendapatkan bantuan berupa uang.

Meskipun jarang yang berhasil, saya selalu yakin bahwa masih banyak orang baik di dunia ini. Dan saya juga yakin masih banyak orang yang peduli dengan dunia pendidikan. Seperti apapun caranya menurut saya itulah perjuangan hidup, yang semua orang harus paham bahwa proses itu penting.

Selepas Magister sebagai orang yang belum kaya, saya hanya bisa berhayal untuk melanjutkan kuliah Doktor saya. Saya selalu berangan-angan duduk di bangku kuliah program Doktoral. Hingga suatu ketika saya iseng-iseng mendaftar di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Jurusan Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (PEP), dan alhamdulillah diterima dengan mulus tanpa halangan apapun. Ketika diterima saya bingung dan kaget, saya hampir tidak percaya dengan keberhasilan tersebut, karena untuk masuk ke Universitas Negeri Jakarta agak susah.

Saya bukan tidak senang diterima di program Doktoral Universitas Negeri Jakarta (UNJ), saya hanya sedang berfikir bagaimana saya bisa membiayai kuliah Doktoral tersebut yang pastinya semua orang tahu bahwa kuliah S3 pastilah tidak murah. Tapi dengan bismillah dan semangat saya melangkah dengan sungguh-sungguh memasuki gerbang jurusan Penelitian dan Evalusi Pendidikan (PEP) S3 Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Dengan segala daya dan upaya, saya berusaha menyesuaikan diri dengan teman-teman saya yang secara kebetulan memang benar-benar telah siap kuliah karena mendapatkan beasiswa dari tempat mengajarnya.

Alhamdulillah SPP semester satu beserta uang masuk pertama kali ada yang membantu, dan saya tinggal menyiapkan diri untuk membiayai uang buku, uang kas, uang foto copy, uang tugas, dan uang lain yang ternyata juga sangat luar biasa mahal. Tapi tidak pantas tentunya bersusah hati dan pesimis, optimis dan keberanian untuk melangkah saya pikir merupakan hal yang lebih mengagumkan. Bagaimanapun hidup harus terus eksis dan manusia harus komitmen dengan apa yang telah dipilihnya. Saya sangat yakin bahwa Tuhan pasti akan menolong hamba-hambanya yang sedang menuntut ilmu.

Sekarang saya masuk semester dua, dan sampai saat ini saya belum membayar SPP. Bukan lalai atau tidak disiplin tetapi karena saya betul-betul tidak punya uang. Saya sudah berusaha menemui orang dermawan yang janji akan memberi saya uang untuk membayar SPP, tapi kebetulan beliau sedang sibuk sekali dan tidak bisa ditemui sama sekali. Saya masih berharap dermawan tersebut mau meluangkan waktunya untuk bertemu saya dan mau menepati janjinya dengan memberi saya uang untuk membayar SPP.

Pesan saya kepada semuanya bahwa pendidikan itu sangat penting, karena hidup kita tidak akan bisa lepas dari ilmu. Apapun harus kita lakukan untuk mendapatkan ilmu tersebut, meskipun kita harus bersusah payah menghadapinya. Saya sudah cukup bahagia bisa memiliki semangat untuk terus sekolah meskipun saya tidak banyak mempunyai uang. Paling penting dari semuanya saya bahagia karena bisa membuat ibu saya bangga. Bagaimanapun ibu saya ingin anak-anaknya bisa menjadi anak-anak yang sukses dalam pendidikan dan karir.

0 comments:

Post a Comment

 

Site Info

Welcome to my blog, this blog after upgrade theme.

Text

Berjuang Untuk 'Nilai' Copyright © 2009 imma is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template @rtNyaDesign Design My Blog