Monday, August 01, 2011

Terawih di Jakarta.....

Ketika saya kecil, puasa terasa sangat menyenangkan terutama jika buka puasa tiba.
Buka puasa adalah sesutu yang ditunggu-tunggu oleh semua orang termasuk saya yang ketika itu masih kecil.
Waktu kecil puasa saya tidak sampai maghrib tetapi hanya sampai dzuhur.
Tapi setelah dzuhur saya melanjutkan puasa saya hingga adzan maghrib.
Saya sangat senang jika buka tiba karena ketika itu banyak makanan di meja makan.
Nasi dan lauk itu pasti, tetapi masih ada makanan lain seperti: kolak, bubur, gorengan, es teh manis, korma, atau makanan lainnya.
Setelah saya makan cukup banyak tiba saatnya bagi saya untuk melaksanakan sholat terawih di Musholla.

Saya sangat senang ketika bisa bertarawih, di musholla sangat rame, banyak anak-anak seumuran saya.
Selain ramai, dideket musholla juga banyak orang jualan makanan.
Jadi selain terawih saya juga sembari jajan bareng sama anak-anak kecil lainnya.
Terawih di desa saya dilaksanakan sebanyak 23 rakaat.
Sebenarnya jumlah yang sangat banyak, tetapi karena dilaksanakan secara bersama-sama jumlah 23 rakaat terasa sangat ringan.

Setelah saya dewasa, tentu saya masih berpuasa dan saya juga senang menjalankan puasa.
Puasa ramadhan bagi saya dan umat Islam lainnya tidak sekedar rutinitas saja.
Puasa ramadhan bisa menjadi spirit bagi umat Islam untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Puasa ramadhan juga bisa mengajari umat Islam untuk lebih empati dan simpati kepada orang lain yang membutuhkan bantuan dan pertolongan.

Beberapa belakangan ini saya menempati kontrakan baru, dan disebelah kontrakan saya terdapat sebuh musholla yang lumayan besar.
Sebenarnya ramadhan kali ini saya memutuskan sholat terawih malam hari sebelum sahur, tetapi karena melihat banyak orang yang lalu lalang di depan rumah saya menjadi tertarik untuk sholat terawih di musholla dekat rumah.
Akhirnya saya mengambil air wudlu dan mengenakan mukena dengan rapi kemudian meluncur ke musholla.
Musholla telah ramai oleh jamaah yang hendak terawih, alhamdulillah saya masih dapat tempat meskipun posisinya di luar musholla dan beralas karpet.

Saya tahu jumlah rakaat terawih di musholla tersebut pasti berjumlah 23 rakaat.
Tapi tidak menjadi masalah buat saya, karena dalam beragama itu harus saling menghormati dan menghargai.
Tapi terbesit dihati saya untuk cabut pada rakaat kedelapan dan melanjutkan yang tiga rakaat di rumah, itupun jika ada orang lain yang keluar pada rakaat kedelapan.
Jika pada rakaat kedelapan tidak ada yang meninggalkan musholla, saya akan tetap melanjutkan sholat sampai rakaat ke 23.
Toh sama saja sholat terawih 23 rakaat atau delapan rakaat.
Pas pada rakaat kedelapan ternyata banyak bapak-bapak yang berhamburan meninggalkan musholla, sehingga sayapun tergelitik untuk ikut-ikutan cabut.
Tiga rakaat saya lanjutkan di rumah.

Di ibu kota Jakarta perbedaan lebih bisa ditoleran dari pada di desa.
Orang desa merasa bahwa perbedaan itu sebuah kesalahan, sehingga orang yang berbeda dianggap aneh dan sepertinya harus dimusnahkan.
Berbeda dengan di ibu kota, perbedaan menjadi hal yang biasa karena masing-masing orang sibuk dengan urusannya masing-masing sehingga tidak sempat mengurusi orang lain.
Meskipun demikian, sudah seharusnya kita menjaga agar supaya dalam bergaul di masyarakat bisa menjalin hubungan yang harmonis dan penuh dengan kekeluargaan.
Jangan sampai kita ribut dan bermusuhan hanya karena perbedaan jumlah rakaat dalam sholat terawih.

0 comments:

Post a Comment

 

Site Info

Welcome to my blog, this blog after upgrade theme.

Text

Berjuang Untuk 'Nilai' Copyright © 2009 imma is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template @rtNyaDesign Design My Blog