Friday, November 27, 2009

Desaku....

Mangga matang pada tempatnya.
Embun kering pada rumput-rumputnya.
Semak belukar tumbuh tanpa penghalang.
Keramaian tergambar dengan nyata.
Keramahan muncul tanpa kepentingan.
Senyuman diberikan tanpa pamrih.
Perhatian dicurahkan dengan tulus.

Lapangan ramai segerombol remaja kreatif.
Mereka berolahraga sambil menjalin silaturahmi.
Sesama tetangga saling memberi makanan.
Bahkan saling tukar menukar bumbu dapur.

Polusi udara hampir tidak terlihat.
Bunyi bising motor hampir tak terdengar.
Harga es hanya 500 perak.
Gorenganpun 500 perak.
Uang masih sangat aji.

Begitulah kehidupan di desa.
Kehidupan yang sesungguhnya penuh dengan kedamaian sejati.
Kehidupan yang penuh dengan kenyamanan.
Kehidupan yang damai dan sejahtera.
Kehidupan dengan rentang waktu yang sangat berharga.

Aku selalu rindu desaku.
Aku selalu ingin kembali memeluk harumnya embun pagi.
Aku selalu ingin membelai rumput lapangan dengan kakiku.
Aku selalu ingin bisa bermain air dilautku.
Mencari kerang-kerang di batu karang.
Naik sepeda menuju pasar tradisional.
Bersilaturahmi kerumah teman-teman lamaku.
Bertegur sapa dengan tulus kepada semua orang.

Kota hanyalah lautan curahan obsesi.
Kota hanyalah tempat pencarian.
Kota hanyalah ladang ilmu.
Kota hanyalah pembelajaran untuk pembelajaran peradaban.
Kota bagiku hanyalah tempat persinggahan.
Persinggahan untuk menjadi orang.
Persinggahan untuk mengerti diri.
Persinggahan untuk menggali.
Persinggahan untuk prestasi.

Sampai kapanpun.
Jiwa dan ragaku akan tetap kembali kedesaku.
Hati dan rasaku akan selalu merindukan tanah kelahiranku.
Darah dan nadiku tetap kupersembahkan untuk kampungku tercinta.
I love my village with all sincerity.
Diperbarui 11 detik yang lalu · Komentar · SukaTidak Suka
Continue Reading...

Tuesday, November 24, 2009

Sepeda...

Waktu kecil sepeda menjadi sahabat bagiku dan teman-teman sebayaku.
Sepeda selalu menemani langkah ayuhan kakiku.
Kami selalu akur dengan penuh kebersamaan.
Kemanapun kumelangkah sepeda selalu menyertaiku.
Tidak hanya ketika SD, bahkan SMP dan SMU pun aku masih berteman dengan sepeda.
Ketika SD temanku itu bernama BMX.
Ketika SMP temanku itu berganti nama menjadi Federal.
Ketika SMU temanku itu berganti nama lagi menjadi Jengki.
Pergantian itu bukan bermaksud untuk selingkuh.
Tetapi lebih pada penyesuaian keuangan orang tuaku.
Beliau membelikanku sepeda sesuai dengan minimnya keuangan yang ada.
Akupun menerima tanpa pernah menuntut.
Apalagi menuntut untuk memiliki motor.
Aku menerima dengan lapang dada.
Bahkan dengan kebahagiaan yang membuncah.
Karena bersepeda pada hakikatnya adalah menyehatkan.
Bersepeda sama dengan berolah raga.
Bersepeda sama dengan membangkitkan semangat hidup.
Bersepeda sama dengan bersentuhan langsung dengan angin sepoi-sepoi.

Bersepeda di kampung tentu beda dengan bersepeda di kota.
Di kampungku sampai saat ini masih banyak pengguna sepeda.
Mereka anak-anak sekolah masih menikmati senangnya bersepeda.
Meskipun tidak sedikit juga yang mulai bergelayut dengan motor.
Anak-anak pengguna sepeda rata-rata anak-anak yang hidupnya penuh semangat.
Mereka begitu menikmati hidup dan terpancar dari kayuhan kaki mereka saat menggenjot.
Bersepeda di kampung bukan hal yang memalukan.
Bahkan merupakan hal yang sangat dimaklumkan.

Berbeda dengan bersepeda di kota.
Orang-orang pengguna sepeda di kota bukan orang miskin.
Mereka adalah orang-orang kaya yang hanya mengambail satu inisiatif beda.
Inisiatif untuk berolah raga dengan santai.
Inisiatif untuk menghilangkan kebosanan karena seringnya menggunakan mobil.
Inisiatif untuk tampil beda.
Meski jalanan ibu kota tidak mendukung 100%.
Banyak pengguna jalan yang hampir tidak mengerti pengguna sepeda.
Mereka mengencangkan klakson hanya untuk menyingkirkan sepeda.
Atau minimal hanya untuk menganggap betapa pengguna sepeda sangat mengganggu.
Sangat mengganggu pengguna motor dan mobil.

Sore itu aku sedang bersepeda.
Euforiaku tiba-tiba mengembang terhadap sebuah sepeda yang terparkir di depan Primagama.
Sepeda itu punya teman dekatku.
Dua hari sebelumnya aku telah menggunakan sepeda itu untuk berolah raga.
Aku melakukan perjalanan sejauh 10 km.
Didampingi temanku.
Dia menggunakan motor disamping sepedanya yang dinaiki aku.
Sore itu aku tiba-tiba ingin meminjam sepedanya lagi.
Bermaksud jalan-jalan ke arah timur.
Kujalankan niatku dengan tulus ikhlas.
Sepanjang perjalanan aku disebalkan dengan beberapa orang.
Yang akhirnya harus kumaki-maki karena mereka memakiku.
Memakiku karena mereka menganggap aku bersepeda dengan ceroboh.
Begini ceritanya:

Cerita I
Aku mau nyebrang ke kiri dan ternyata dibelakangku ada motor dengan pengendara seorang perempuan berjilbab.
Dia: "Woi ngawur jalannya"
Aku: "Woi biasa aja kali tidak usah teriak-teriak, lebai banget sih mbak"
Dia: "Huh dasar"
Aku: "Eh tidak usah sewot ya, biasa aja kali, ribet amat jadi orang"
Aku melihatnya sangat kesal dan sambil berlalu, aku sebenarnya tidak terima tapi akhirnya nalar rasaku mengatakan bahwa aku tidak perlu berdebat dengan orang-orang sinting kayak dia.

Cerita II
Waktu aku pulang dari jalan-jalan tersebut, dibelakangku ada mobil mewah dengan pengendara seorang laki-laki.
Dia mengklakson aku sekali, dua kali, akhirnya sampai tiga kali.
Pada klakson ketiga aku langsung memalangkan sepedaku di depan mobilnya.
Aku: "Berhenti sekarang juga"
Dia: "Tersenyum sambil membuka kaca mobil"
Aku: "Maksudnya apa mengklakson sampai berkali-kali gitu, ada masalah?"
Dia: "Masih senyum-senyum"
Aku: "Ini jalanan umum tidak ada ceritanya bagi sepeda dilarang lewat sini, tidak usah macam-macam deh"
Dia: "Tetap tersenyum dan menutup kaca mobilnya"
Aku: "Dasar orang kaya aneh"

Begitulah cerita pada sore hari itu.
Aku pikir tidak perlu disimpulkan.
Satu hal yang pasti.
Bahwa kita masih sering meremehkan orang lain, tanpa tahu maksud dan keinginan orang lain tersebut.
Pakailah motor seperlunya.
Dan gunakan sepeda semampunya.
Hidup alam sehat.
Hehehehe.
Makasih sobat, telah mengingatkanku untuk bersepeda.
Continue Reading...

Monday, November 23, 2009

Membuntuti Makna....

Hari itu terik matahari begitu menyengat kulitku, perjalanan baru sampai daerah Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Saat saya menanjak arah ke Pasar Kebayoran Lama saya melihat segerombolan anak-anak dengan seragam smu sekitar 40 orang berjalan dikanan kiri jalan raya tersebut. Saya tiba-tiba berfikir bahwa mereka sedang akan melakukan tawuran. Karena keyakinan yang sangat subjektif dan karena kepentingan ingin tahu, saya membuntuti teman-teman smu tersebut. Saya melihat mereka sedang membajak metro mini dan saya melihat dibelakang metro mini ada polisi yang hendak membubarkan mereka. Anak-anak langsung naik ke atas metro mini sebagian lagi naik mobil pick up, dan bus metro mini langsung tancap gas dengan kencangnya. Saya langsung meluncurkan motor saya dengan sangat cepat agar tidak ketinggalan kecepatan metro mini.

Di daerah Permata Hijau saya melihat anak-anak yang di mobil pick up pindah ke metro mini jurusan Joglo, jalanan sempat macet karena jumlah mereka lumayan banyak. Saya tidak mempedulikan klakson motor dan mobil dibelakang saya, yang saya perhatikan hanya satu kerjasama mereka untuk saling tolong menolong saat menaiki metro mini bajakan tersebut. Setelah semua naik ke metro mini, metro kembali melaju dengan kencangnya, saya juga ikut mengencangkan motor saya agar tidak tertinggal terlalu jauh. Sampai Joglo metro mini berhenti dan anak-anak pindah bus metro mini arah ke Ciledug. Saya masih setia mengikuti mereka meskipun pakaian seluruh badan telah basah kuyup, dan saya telah merasakan kedinginan yang teramat dalam.

Mereka berhenti di depan smu swasta dan saya kira mereka akan tawuran sama smu tersebut, ternyata mereka hanya berhenti dan menuju kompleks perumahan di daerah Ciledug lewat jalur belakang. Karena mereka jalan kaki, laju motor saya kurangi supaya tidak keteteran membuntuti mereka. Langkah mereka begitu cepat dan tergesa-gesa, mereka juga terlihat kedinginan oleh air hujan. Satu lagi yang saya yakin mereka pasti kelaparan dan kehausan karena jalan lumayan jauh. Pengen sekali bisa bergabung dengan mereka sekedar untuk berbagi minuman atau makanan snack, tapi saya takut mereka curiga dengan saya. Tiba-tiba saya kehilangan mereka dan saya langsung mempercepat laju motor saya agar bisa mengejar mereka. Waktu ditikungan saya kaget saat laju motor cepat saya berpapasan dengan segerombolan mereka yang sedang nogkrong dengan nyamannya. Saya kaget karena dijegat mereka, dan karena sudah terkepung saya langsung pura-pura bilang: "maaf bukan murid-murid saya kan?". Pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu saya tanyakan, karena jelas-jelas yang disitu bukan murid-murid saya. Setelah mereka menjawab: "bukan" saya langsung ngacir dengan motor saya.

Saat ngacir tersebut tiba-tiba saya merasa kasihan dengan mereka, saya tahu mereka pasti sangat lapar dan haus, apalagi baju mereka basah kuyup oleh air hujan. Saya puter balik dan berhenti di warung tegal sederhana semi permanen, berharap bisa membelikan mereka minum dan roti. Saat saya merenung di warteg tersebut tiba-tiba ada empat anak-anak tersebut datang dengan maksud membeli minum dan roti untuk teman-temannya. Saya langsung tersenyum dan menyapa mereka, mereka juga ikut tersenyum meski agak sinis. Saya memperkenalkan diri dan saya mengakui bahwa saya telah membuntuti mereka dari Kebayoran Lama. Saya minta maaf apabila mereka ada yang tidak berkenan, tetapi alhamdulillah mereka tidak masalah dan nyaman-nyaman saja. Akhirnya sebagai bentuk pertemanan dan sebagai bentuk permintaan maaf, saya membelikan mereka minum dan roti untuk mengganjal perut mereka. Saya berkenalan dengan mereka dan menawarkan diri untuk menjadi sahabat mereka. Mereka tidak memberitahu asal sekolah dan tidak memberi nomor hp ke saya, akhirnya saya yang berinisiatif memberikan nomor hp saya ke mereka.

Akhirnya saya mengaku kalau saya guru di salah satu smu swasta di Jakarta, saya berpamitan karena harus mengajar di Primagama. Saya mengucapkan terima kasih dan mengungkapkan kebahagiaan saya karena bisa berbagi cerita banyak kepada mereka. Saya pamit dan saya kaget karena masing-masing mereka mencium tangan saya. Saya kaget karena selama ini masyarakat begitu mengklaim mereka sebagai remaja yang bandel dan tidak tahu aturan. Ternyata klaim masyarakat tidak selamanya benar, bahkan dari peristiwa itu bisa kita simpulkan bahwa mungkin mereka kurang dari sisi diri mereka yang lain. Sementara mereka sempurna (baik) dari sisi mereka yang kita masyarakat tidak pernah tahu itu. Terima kasih kawan, teruskan pencarian hidupmu, jangan stagnan hanya pada tawuran tetapi carilah yang lebih bernilai dari itu semuanya, saya percaya kalian pasti mampu.
Continue Reading...

Friday, November 20, 2009

Sepak Bola Indonesia...

Sepak bola adalah salah satu cabang olah raga yang disukai dan diminati oleh banyak orang, tidak terkecuali saya pribadi. Olah raga sepak bola menjadi menarik menurut saya karena jenis olah raga yang dimainkan oleh banyak orang sehingga karena banyaknya orang tersebut sepak bola adalah satu jenis contoh olah raga yang didalamnya terdapat: saling kerjasama, saling tolong-menolong, saling bahu-membahu, dan saling kompak. Tanpa kerjasama yang solid antar masing-masing personal, sepak bola tidak akan berhasil mengegolkan bola ke gawang musuh.

Saya menyukai sepak bola sejak saya kecil dan kebetulan karena rumah saya bersebelahan denga lapangan sepak bola. Saya hampir setiap ada pertandingan pasti menonton dari awal sampai akhir. Memang tujuan saya menonton awalnya karena ingin jajan, karena kebetulan setiap ada pertandingan antar desa para pedagang tiba-tiba menjamur. Namanya juga masih sekolah dasar, pasti doyan sama yang namanya jajanan. Lama kelamaan orientasi saya nonton bola bukan lagi jajan tetapi benar-benar ingin mendukung sepak bola dari desa saya. Saya mulai menggerombol dengan perempuan-perempuan dewasa, dan saya juga mulai belajar mendukung tim desa dengan berteriak-teriak. Bahkan para perempuan-perempuan tersebut tidak jarang membawa kertas yang sudah dipotong-potong untuk ditaburkan saat tim desa saya memasukkan bola ke gawang musuh.

Kemeriahan atas kemenangan begitu rupa dan begitu riuhnya, hingga lawan merasa tidak suka karena dipermalukan oleh para penonton. Kemeriahan orang-orang didukung dengan berhamburannya mereka ke tengah lapangan saat bola berhasil masuk ke gawang. Bahkan tidak hanya keriangan makian juga sering menghiasi mulut untuk sekedar membuat jengkel tim sepak bola lawan. Saya begitu menikmati situasi tersebut tanpa protes, apalagi jika para pemain bola lawan cakep-cakep. Sudah rahasia umum bagi para perempuan untuk menyukai para pemain yang cakep-cakep, meski niat menonton tidak untuk cakep saja tetapi benar-benar karena ingin mendukung tim sepak bola dari kampung.

Saat dewasa saya masih suka bola meskipun tidak lagi intens dan rutin. Bola bagi saya hanya sekedar untuk hiburan jika sedang tidak banyak kerjaan. Tetapi akan saya lupakan jika saya benar-benar tidak punya waktu dan sibuk dengan rutinitas pekerjaan. Semua kembali membuncah saat ada film garuda didadaku, saya menonton dan mengamati ketika nonton di 21. Sebagai guru PPKn saya begitu bangga dan terharu dengan film tersebut. Bangga karena penulis skenario dan sutradara begitu hebat menggambarkan alur film dan terharu karena ada pesan moral dalam film tersebut. Pesan moral yang sungguh luar biasa yaitu: bahwa seburuk apapun citra persepakbolaan Indonesia, kita tetap tidak punya hak mengklaim tim nasional Indonesia, bagaimanapun mereka telah memberikan yang terbaik untuk negara Indonesia.

Saya mengajak murid-murid dan mahasiswa saya untuk menonton film garuda didadaku. Saya tidak akan mendogma mereka, saya hanya ingin mereka menikmati dan mengambil hikmah dari film tersebut. Saya ingin para murid dan mahasiswa saya juga sepakat dengan saya, bahwa masih ada harap untuk tim nasional Indonesia terutama untuk timnas usia mudanya. Saya juga ingin murid-murid dan mahasiswa paham bahwa ada banyak kesalahan yang harus dibenahi secara bersama-sama. Buruknya citra persepakbolaan Indonesia tidak mutlak karena kualitas SDM para pemain, tetapi ada sistem yang bermain didalamnya. Banyak sistem yang harus dirombak secara total, banyak pola permainan yang harus segera diperbaharui demi majunya timnas Indonesia dimasa yang akan datang.

Beberapa waktu lalu saya nonton pertandingan bola di senayan, pertandingan antara Indonesia dengan Kuwait. Saya nonton bareng dengan murid-murid saya yang kebetulan rata-rata anak kelas tiga ipa dan ips. Kita berangkat bareng dan menyewa mikrolet, suasana begitu riuh dan menyenangkan atas keramaian anak-anak. Saya bangga dengan mereka, karena semangat nasionalisme yang terpancar dari mukanya sama sekali tidak ternilai oleh apapun. Mereka bilang: bahwa mereka menonton untuk mendukung dan juga untuk bilang kesemua orang bahwa mereka mencintai Indonesia dengan titik darah penghabisannya.

Kebahagiaan kembali membuncah dengan sempurna saat kami tiba di senayan, begitu banyak orang yang hadir di senayan dalam rangka membeirkan support bagi tim nasional Indonesia yang akan bertanding melawan Kuwait. Kita merangsek masuk dengan sedikit memaksa karena pintu hanya dibuka satu jalur, dengan berdesak-desakkan akhirnya masuk juga ke dalam senayan. Riuh, rame, penuh sesak, penuh keriangan dan penuh semangat nasionalisme. Selama pertandingan semua penonton antusias memberikan dukungan lewat: teriakan, tabuh gendang, terompet, mengibarkan bendera merah putih, dan masih banyak lagi cara-cara digunakan untuk menyenangkan para pemain tim nasional Indonesia.

Tidak hanya bola tentunya, bangsa Indonesia harus bangga dengan apa yang dimiliki oleh Indonesia. Sepak bola hanya menjadi gambaran riil saja, dan hanya menjadi cerminan atas cabang-cabang olah raga yang lainnya. Warga negara Indonesia harus optimis menatap masa depan, termasuk harus menyiapkan generasi mudanya agar berperan dalam tim nasional Indonesia. Semua yang ada di Indonesia harus lebih baik lagi dibandingkan masa-masa yang kemaren. Pesimisme harus dikubur dalam-dalam dan jangan dimunculkan lagi, karena pesimisme adalah ladang kehancuran bagi setiap bangsa. Hidup Indonesiaku saat ini dan maju Indonesiaku di masa yang akan datang. Yakinlah bahwa masih banyak generasi muda yang layak kita percaya dengan sempurna.

Bahkan kita harus sepakat bahwa kebaikan itu sangat subjektif sifatnya. Klaim mutlak yang selama ini kita luncurkan untuk para generasi muda Indonesia, menurut saya terlalu kejam dan membabi buta. Anak-anak pelajar yang kita anggap bermasalah dan bejat, mereka adalah anak-anak baik dalam sisi lain. Disitulah kita musti bertanya, sudahkah kita baik, sehingga kita seolah berhak mengklaim mereka?
Continue Reading...

Monday, November 16, 2009

Mengantuk...

Penyebab mengantuk saat berkendaraan roda dua (motor)...
1. Malam harinya kurang tidur/tidak cukup istirahat
2. Suka bergadang malam-malam entah karena tugas atau cuma kongkow-kongkow saja
3. Dasar suka ngantuk dari kecil
4. Kurang makan makanan yang bergizi
5. Tidak konsentrasi saat mengendarai motor
6. Dalam keadaan tidak sehat/sakit
7. Kurang minum air putih
8. Terlena dengan sepoi angin

Ada beberapa tips untuk mengatasi mengantuk saat berkendaraan roda dua (motor)...
1. Jika dijalan ada tempat untuk berwudlu segeralah berhenti dan mangambil air wudlu, tidak harus sholat minimal membasahi diri dengan air.
2. Ikatan slayer/masker jangan terlalu kencang.
3. Buka kaca helm lebar-lebar supaya muka kita terkena angin sejuk jalanan.
4. Senam muka berulang-ulang.
5. Dengarkan musik keras-keras tapi harus hati-hati takut tidak dengar klakson.
6. Makan permen yang pedes atau asem sekalian.
7. Ingat lagu-lagu yang kamu suka dan menyanyilah dengan keras, tidak usah malu dilihatin orang.
8. Selonjorkan kaki kedepan agar lebih rileks.
9. Gerakkan kepala ke kanan dan ke kiri.
10. Pelototin pengendara di sebelah kanan dan kiri cari yang mukanya seger.

Jika cara-cara di atas masih kurang efektif dan efisien, ada dua cara yang sepertinya mujarab untuk dipakai yaitu:
1. Siapkan cabe rawit yang pedas di saku jaket anda, taroh dimulut anda satu biji dan jangan diapa-apain sampai anda mulai mengantuk. Jika anda sudah mulai mengantuk gigitlah cabe tersebut pelan-pelan sampai terasa pedasnya, dijamin rasa ngantuk anda akan hilang dengan segera.
2. Atau cari tempat aman untuk memarkir motor anda dan kunci rapat-rapat, rebahkan diri anda di tempat tersebut hingga dua jam atau sampai rasa kantuk anda hilang, dijamin setelah bangun tidur rasa kantuk anda akan hilang dengan sendirinya, semoga motor anda tidak ikut hilang juga.

Rasa kantuk saat berkendaraan motor harus diatasi dan dicegah, karena jika dibiarkan akan membahayakan keselamatan sipengendara. Jangan sampai nyawa melayang gara-gara penyakit mengantuk yang tidak diinginkan oleh anda. Selamat mencoba ya kawan.
Continue Reading...

Sunday, November 15, 2009

Demonstrasi...

Masuk kelas bermaksud menyampaikan materi perkuliahan secara tekstual.
Sedikit tergelitik dengan orasi anak IMM yang mengajak mahasiswa yang sedang kuliah untuk demo.
Tergelitik dan teringat ketika dulu jaman suka demo.
Aku ingin mahasiswaku juga ikut merasakan betapa enaknya demo.
Betapa nikmatnya berpanas-panasan dijalan demi memperjuangkan sebuah aspirasi.
Aspirasi rakyat yang hampir tidak didengar lagi oleh penguasa.
Bukan menuduh tuli, tetapi memang rakyat sudah kehabisan suaranya.
Untuk sekedar bilang: bahwa mereka ingin hidup layak.
Atau minimal bisa makan sehari tiga kali.

Dengan bulat tekat aku putuskan untuk membubarkan kuliah.
Dan mengajak teman-teman turun ke jalan.
Mohon maaf, aku tidak meminta saran dari teman-teman.
Karena aku yakin banyak dari teman-teman yang keberatan.
Keberatan untuk turun ke jalan.
Tentu karena berbagai alasan yang mungkin aku tidak paham.
Tapi percaya teman-teman.
Niatku cuma satu: berjuanga untuk rakyat yang tertindas.
Tertindas oleh kepentingan subjektif penguasa.
Kepentingan atas nama sebuah kekuasaan.

Bahkan hak rakyat sebagai penguasa.
Tidak terhargakan dengan sempurna.
Pemerintah sering otoriter dalam sebuah kebijakannya.
Boro-boro meminta pendapat rakyat.
Bahkan keputusannyapun dianggap sebagai sebuah kemutlakan.
Kemutlakan yang wajib ditaati bagai perintah Tuhan.

Pukul 14.30 dua bus yang siap segera berangkat.
Menuju ke gedung DPR/MPR RI.
Untuk menyuarakan suara hati rakyat Indonesia.
Sayang, sebelum tiba di tujuan macet sungguh luar biasa.
Sehingga teman-teman harus berjalan lumayan agak panjang.
Tapi tak mengapalah.
Itung-itung untuk olah raga sore hari.
Tiba di gedung DPR/MPR RI saat bus meninggalkan tempat.
Hujan turun begitu derasnya tanpa kompromi.
Sehingga para demonstran tidak ada pilihan lain kecuali berhujan-hujanan.
Mengenang masa kecil dulu.
Meski aku sempat khawatir dengan kesehatan mereka.
Barangkali ada yang tidak pernah hujan-hujanan.
Tapi menjadi hilang ketika ada teman yang teriak:
Mahasiswa tidak takut mati.
Apalagi hanya sekedar air hujan.

Dari DPR/MPR RI masa menuju ke BPK.
Di BPK hujan tambah semakin deras.
Seolah memberi tanda, bahwa alampun ikut menangis atas Indonesia.
Menangis atas segala yang terjadi di tanah air.
Atas segala bentuk ketidak adilan.
Atas usaha mahasiswa yang sering tak terdengar.
Atau memang sengaja tidak didengar.

Di BPK aku menggigil sampe ketulang.
Dingin menusuk relung badan dengan mutlak.
Hujan semakin deras saja.
Seolah tidak menggubris rintihan kedinginan teman-teman.
Tidak hanya baju.
Jaketpun telah rata oleh basah.
Trauma atas dingin kembali merasuk.
Tapi aku paksakan untuk tetap eksis.
Atas nama sebuah perjuangan.
Karena aku tidak sendiri saat itu.
Ada banyak mahasiswa yang juga mempertaruhkan nyawanya.
Demi sebuah nilai.

Dari BPK maksudnya mau ke KPK.
Tetapi sopir salah jalan dan KPKpun terlewat dengan sempurna.
Akhirnya rombongan memutuskan untuk kembali ke Uhamka.
Untuk mengantarkan para mahasiswa kembali kekampusnya.
Tidak disangka dan tidak diduga.
Sopir bus tidak begitu tahu jalan.
Sehingga mahasiswa harus berlama-lama di bus.
Dalam keadaan kedinginan.
Bahkan air hujan meresap kedalam badan.
Tanpa ampun sama sekali.
Perasan air dari baju tiada henti.
Angin meniup menambah dinginnya badan.

Kesal dengan lambatnya bus.
Kesal dengan realitas kemacetan ibu kota.
Kesal dengan sopir dan kondektur yang tid hafal jalan.
Kesal dengan suasana hati karena kedinginan.
Kesal karena merasa bersalah dengan mahasiswa.
Merasa tidak enak atas keputusan yang aku ambil.
Bukan merasa tidak bermakna.
Tetapi lebih pada persoalan teknis.

Tapi kemudian aku berfikir.
Mungkin itulah realitas kehidupan kita.
Tidak seindah harap kita.
Tidak sesempurna ingin kita.
Tidak secantik hayal kita.
Dan tidak semulus usaha kita.
Bahwa hidup kita syarat dengan rintangan.
Bahwa hidup kita syarat dengan godaan dan cobaan.
Bahwa hidup kita sering merupakan ujian dari alam.

Terima kasih kawan-kawan mahasiswa.
Tanpamu perjuangan akan berakhir.
Tanpamu pemerintah akan kering masukan.
Tanpamu nilai tidak akan terkuak dengan sesungguhnya.
Maaf untuk yang kurang berkenan.
Ambillah hikmahnya.
Karena perjuangan kita masih panjang.
Perjuangan kita masih butuh proses yang lama.
Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan peduli...???
Continue Reading...

Wednesday, November 11, 2009

Banyak Tanya Di Indonesia...

Tanya yang hampir tanpa jawab.
Terlalu sering termuntahkan tanpa makna.
Hampir-hampir putus asa dibuatnya.
Mendiang diam saja dari pada kecewa.

Realitas hanya menjadi fisisme tak berguna.
Padahal banyak orang yang merasa mampu berteori.
Sayang teori itu untuk memenuhi harap individunya.
Tanpa ada rasa empati secuilpun.
Boro-boro empati, dirinya sendiri saja merasa selalu kurang.

Kemiskinan, kelaparan, dan segumpal penyakit masyarakat lainnya.
Berserakan dimana-mana.
Bukan tanpa peraturan.
Negeri ini begitu kaya akan hukum.
Bahkan begitu detail dan hampir sempurna.
Meski hukum itu menjadi bangkai.
Bangkai yang tak tersentuh oleh tangan.

Kepedulian menjadi subjektifitas personal.
Bukan lagi menjadi khasanah bersama.
Toleransi hanya menjadi kata yang sering tak bernilai.
Kekeluargaan, tolong-menolong, dan saling memberi.
Semua kabur lenyap bersama asap api dari sampah.

Negeri ini terlalu kaya untuk sebuah pemsikinan.
Negeri ini terlalu baik untuk sebuah penelantaran.
Negeri ini terlalu santun untuk sebuah pembohongan.
Negeri ini terlalu adil untuk sebuah ketimpangan.

Atau aku saja yang sesungguhnya tidak mengenal negeri ini dengan baik.
Mungkin aku terlalu terobsesi dengan negeri ini.
Atau bahkan aku terlalu berharap banyak dari negeri ini.
Harap yang kurasa diingini semua orang.
Karena semua orang pada hakikatnya butuh jawaban.
Jawaban atas banyaknya pertanyaan.
Pertanyaan yang selama ini tertunda.
Tertunda karena tulinya telinga.
Tertunda karena bungkamnya suara.
Tertunda karena mampetnya rasa.

Pun demikian.
Tentunya tak layak kita mengklaim secara brutal.
Karena aku yakin.
Sinar harap masih bertahan.
Meski sinar itu sudah hampir redup.
Karena tak terurus dengan benar.
Continue Reading...

Tuesday, November 10, 2009

Mati Lampu...

Kuliah dialihkan ke ruang sidang utama gara-gara mati lampu, ruangan yang biasanya dingin oleh ac menjadi sangat panas dan pengap. Hampir semua mahasiswa dan dosen merasa sangat gerah dan kurang nyaman dengan kondisi yang tidak diinginkan tersebut. Sebenarnya hidup sehari-hari tidak selalu menggunakan ac, paling dalam kondisi kerja saja yang benar-benar bersentuhan dengan ac. Tetapi terkadang kita menjadi sangat berlebihan ketika tiba-tiba berada di dalam kondisi titik penurunan. Meski titik penurunan tersebut seharusnya tidak perlu mengagetkan kita. Setelah saya amati dan saya juga merasakan kondisi kaget tersebut sebenarnya hanya menjadi kebiasaan manusia pada nalar yang berlebihan. Alhamdulillah tepat pukul 12.00 lampu di kampus Universitas Negeri Jakarta kembali menyala dan ac bisa kembali mendinginkan ruangan kuliah.

Pulang dari UNJ sekitar pukul 17.30 saya lewat daerah tanah abang arah ke palmerah lurus kemudian bisa tembus kebayoran lama. Di daerah setelah pasar kebayoran lama yang dalam saya menyelinap masuk ke dalam gang kecil yang setahu saya bisa tembus ke dosqi. Ternyata saya salah jalan dan gang yang saya ambil adalah gang yang sangat kecil dan sempit dimana di dalamnya sangat padat dengan warga yang mukim. Awalnya saya biasa saja tetapi setelah saya amati betapa padatnya rumah-rumah kontrakan yang ada. Barang-barang rumah tangga, motor, sepeda, terlihat angkuh berserakan ke luar rumah. Kepadatan terlihat begitu lengang dalam gelapnya malam, akan kondisi itu saya jadi teringat ketika pertama kali saya datang ke Jakarta. Saya ketika itu transit di rumah bulek saya di daerah jakarta timur. Bulek saya ngontrak di dalam kompleks kontrakan yang juga padat akan orang-orang yang rata-rata orang jawa. Saya teringat kala tinggal di bulek karena saya terkesan pertama kali dengan jakarta saat tinggal di daerah jakarta timur di tempat bulek saya.

Kala itu jakarta begitu mengesankan karena begitu berbeda dengan kampung saya di jawa tengah. Jakarta menjadi sesuatu yang menarik sekaligus memprihatinkan untuk disaksikan dengan mata telanjang. Menarik dengan bangunan gedung-gedung pencakar langitnya, memprihatinkan karena adanya rumah-rumah kumuh dan banyaknya anak-anak jalanan yang terlantarkan oleh negara. Saya kala itu menjadi begitu terobsesi dengan jakarta karena ingin banyak belajar tentang kemajuan sekaligus ingin tahu kenapa banyak orang memilih merantau ke jakarta. Obsesi saya kemudian menjadi tujuan hidup saya pasca kuliah di semarang jawa tengah.

Sampai di daerah bintaro keadaan sama gelapnya dengan di kebayoran lama, ternyata bintaro juga sedang mati lampu karena pemadaman bergilir. Saya masuk kontrakan dengan kondisi gelap gulita hanya diterangi sebatang lilin di dekat kamar mandi. Tidak perlu marah dengan kondisi yang ada meski sejatinya saya tidak begitu nyaman dengan gelap. Saya merasa tidak nyaman karena saya agak takut dalam gulita yang berada diruangan sempit yaitu di kamar, kecuali ada yang menemani saya. Gelap bagi saya adalah kesuraman dan kepengapan yang jauh dari makna. Otak saya menjadi sangat tumpul ketika dalam keadaan gelap, ketakutan saya tiba-tiba muncul tak terkendali dengan benar. Mungkin itulan yang dinamakan dengan phobia yang berlebihan yang seharusnya tidak perlu saya rasakan. Karena phobia pada dasarnya bisa diterapi atau bahkan dimusnahkan.

Apalagi mati lampu ketika saya tidak siap untuk mati lampu, semalam pukul 02.00 malam tiba-tiba mati lampu. Saya terbangun dengan kaget dan langsung panik karena kamar saya gelap gulita. Saya bingung karena sendirian dalam kegelapan. Tapi untungnya semalam kondisi badan saya agak kurang enak pasca pelatihan di bekasi, sehingga ketakutan saya terkubur oleh kelelahan yang saya rasakan. Alhasil saya kembali tidur terlelap tanpa dibayangi phobia akan gelap yang menyelimuti.

Wahai pemerintah tidak ada yang melarang anda memadamkan listrik secara bergilir, selama tidak merugikan kepentingan masyarakat. Bagaimanapun lampu adalah sumber kehidupan bagi warga masyarakat apalagi masyarakat ibu kota. Malam hari bagi orang-orang jakarta adalah aktivitas tambahan yang belum bisa diselesaikan di kantor. Sehingga jika pemadaman terlalu lama maka akan menghambat kerja tambahan di rumah. Usul saya boleh pemadaman tapi jangan terlalu lama dan kalau bisa gardu yang rusak bekas kebakaran segera untuk diperbaiki, sehingga pemadaman tidak perlu lagi terjadi.
Continue Reading...

Wednesday, November 04, 2009

Ruma Rumaida...

Bersama teman-teman pelajar aku melenggang ke 21 untuk menonton film baru.
Kami berjumlah sekitar 16 orang ditambah sekitar 8 orang yang telat jadi semuanya 24 orang.
Teman-teman yang telah tidak sengaja telat, mungkin hanya susah saja untuk terbiasa disiplin.
Maklum masih anak-anak pelajar.
Meski pelajar seharusnya bukan komunitas untuk bermalas-malasan.
Justru pelajar seharusnya menjadi tonggak teladan bagi generasi dibawahnya.
Pelajar harus mampu meyakinkan generasi tua.
Pelajar harus memberikan konstribusi nyatanya untuk negara Indonesia.

Aku mengajak teman-teman pelajarku nonton ruma rumaida karena alasan film bagus.
Bagus meski secara subjektif.
Bagus karena film tersebut bercerita tentang pendidikan yang tersia-siakan.
Bercerita tentang anak jalanan yang tidak terperhatikan.
Bercerita tentang para pejuang jalanan yang disepelekan.
Bercerita tentang penggusuran.
Bercerita tentang sejarah Indonesia yang diperoleh dengan tumpahan darah.
Bercerita tentang betapa anak muda saat ini sangat loyo.
Bercerita tentang terjadinya sumpah pemuda.
Bercerita agar anak muda mengilhami semangat para pemuda pada masa itu.

Perjuangan harus diperjuangkan oleh semua orang.
Kemerdekaan harus secara substansial bukan sekedar fisik.
Kemerdekaan harus menyeluruh dan sempurna.
Kemerdekaan berarti pengentasan kemiskinan.
Kemerdekaan berarti bebas dari hutang.
Kemerdekaan berarti kesejahteraan.
Kemerdekaan berarti terbitnya keadilan.
Kemerdekaan berarti bebas dari penindasan.
Kemerdekaan berarti lepas dari penjajahan baik fisik maupun non fisik.

Tidak pantas memang jika hanya mengeluh.
Tanpa tahu harus berbuat apa.
Bagaimanapun ketakutan berasal dari diri sendiri.
Sama halnya dengan keberanian yang juga muncul dari kesadaran diri.
Hilangkan ketakutan untuk melawan.
Munculkan keberanian untuk maju tanpa harus menoleh kebelakang.

Kuamati wajah teman-teman pelajarku begitu serius.
Mereka bangga dengan maida seorang perempuan gigih dan tangguh.
Aku yakin teman-teman pelajarku terinspirasi untuk menjadi seperti itu.
Terinspirasi untuk menjadi seorang pejuang.
Pejuang bagi ketidak adilan dan penindasan yang terstruktur.
Bangkitlah teman-teman pelajarku.
Kepadamulah bangsa ini berharap.
Kepadamulah bangsa ini menyandarkan diri.
Kepadamulah bangsa ini berteduh.
Demi kelangsungan masa depan bangsa tercinta ini.

Kata teman-teman pelajarku:
"Filmnya bagus banget,
aku ingin seperti maida,
memerah keringatnya tanpa harga,
mencuatkan tenaganya tanpa kesal,
memberikan pikirnya tanpa sesal,
meluapkan cintanya untuk anak-anak Indonesia"

Aku balas kata-katanya dengan:
Senyuman dukungan.
Senyuman kebahagiaan.
Senyuman keyakinan.
Continue Reading...

Monday, November 02, 2009

Cagito Ergo Sum...

Ketika saya berfikir saya ada...

Saya ada karena diadakan...
Saya tidak ada karena saya ditiadakan...

Ada kehidupan...
Ada kematian...

Ada permulaan...
Ada akhir...

Ada pertemuan...
Ada perpisahan...

Kebahagiaan karena diusahakan...
Kesedihan juga karena ada sebab...

Kecerdasan karena berfikir...
Kebijakan karena kebaikan...

Ada untuk kemanfaatan...
Ada untuk dibutuhkan...

Ketika saya berfikir bahwa saya ada...
Maka saya sadar bahwa saya memang nyata...

Ketika saya ragu bahwa saya ada...
Maka saya setengah sadar bahwa saya memang tidak ada...

Eksistensi bukan sekedar fisis...
Eksistensi adalah perpaduan atas nama kesempurnaan...

Kesempurnaan yang diterjemahkan oleh persepsi subjektif kita...
Sehingga ketika kita berfikir maka kita ada dan kita eksis....
Continue Reading...

Sunday, November 01, 2009

Musibah...

Selesai kegiatan FGD di YJP Pancoran saya memutuskan mampir ke rumah teman saya di daerah Pejaten Timur sebut saja namanya Ana. Karena baru sekali kesana, saya sempat salah masuk gang beberapa kali sampe akhirnya saya menemukan gang rumahnya yang benar. Tepat saat saya mau belok kanan masuk ke gang rumahnya ada seorang anak muda laki-laki jatuh dengan motornya karena menabrak taksi. Saya kaget karena kejadian itu persis di depan mata saya. Saya langsung turun dan berusaha membantu pemuda tersebut, orang-orang berdatangan dan langsung meminggirkan motor si pemuda tersebut. Pemuda tersebut terlihat kaget dan sangat lelah, saya mengamati luka-lukanya dan alhamdulillah tidak banyak luka. Saya tidak terlalu lama disitu dan mensegerakan untuk kembali mencari rumah teman saya. Sesaat sebelum saya pergi, supir taksi terlihat ingin meminta ganti rugi atas kerusakan taksinya kepada si pemuda tersebut. Saya tidak tega aja membayangkan bahwa ternyata si pemuda itu tidak cukup memiliki banyak uang untuk menggantikan kerusakan taksi tersebut.

Sehari sebelumnya saya juga melihat kecelakaan di daerah Kampung Melayu Jakarta Timur, tabrakan beruntun di depan mata saya menyebabkan salah seorang pembonceng mengalami luka parah hingga pingsan. Saya tidak berhenti sama sekali karena alasan saya harus segera menjenguk teman saya ke rumah sakit di daerah kemayoran. Bukan tidak peduli, tapi saya berfikir jalanan pasti akan macet jika saya juga harus memarkir motor saya di pinggir jalan raya, sementara para pengendara lainpun melakukan hal yang sama seperti saya.

Sehari sebelum kecelakaan di Kampung Melayu, saat lewat daerah senayan arah mau ke Pakubuwono saya juga ditabrak oleh dua motor. Untung saya bisa tetap seimbang sehingga tidak jatuh total, tetapi sayangnya dua pengendara motor tersebut malah jatuh secara bersama-sama. Saya awalnya mau berhenti tapi setelah saya pikir-pikir akhirnya saya memutuskan untuk meninggalkan mereka. Bukan lari dari masalah, karena justru sayalah yang ditabrak oleh mereka.

Saya tidak tahu kenapa kejadian itu bisa berurutan dalam selanga tiga hari, yang pasti saya masih yakin bahwa kelalaian kita memang cenderung mencelakakan diri kita sendiri. Karena bagaimanapun diri kitalah yang bertanggung jawab atas diri kita, bukan orang lain. Orang lain hanya menjadi teman bagi kehidupan kita, itupun hanya dalam wilayah fisis yang kasat mata. Teman kita tidak bisa masuk secara mendalam dalam wilayah hidup kita, karena hanya diri kitalah yang paham akan karakter diri kita.

Kembali ke daerah Pejaten Timur, saya akhirnya menemukan rumah teman saya, saya dapati rumahnya gelap gulita. Tapi setelah saya telephone teman saya keluar rumah dan membukakan pintu untuk saya, ternyata dia terlihat baru menyelesaikan sholat maghrib. Saya memarkir motor saya di garasi rumahnya dan saya langsung merebahkan diri ke sofa di ruang tamunya yang begitu empuk. Saya beristirahat sebentar karena merasa begitu lelah, kemudian saya berbincang dengan teman saya tentang UTS mata kuliah filsafat ilmu yang akan dilangsungkan hari senin. Teman saya menawari saya makan dan telah menyiapkan makanan untuk saya di meja makan.

Saya meluncur ke meja makan dan karena tidak tahu saya langsung membuka rice cooker yang berada di pojok meja, teman saya langsung bilang bahwa nasi sudah ada di meja. Saya tidak melihat nasi di meja karena nasi tersebut sangat sedikit, dan sepertinya teman saya memang sedang kehabisan nasi karena di rice cooker terlihat sedang ada beras yang baru dimasak. Saya awalnya tidak paham dan langsung makan, ternyata saya lihat teman saya tidak ikut makan, dia beralasan bahwa dia sudah makan. Sambil makan saya jadi berfikir bahwa sebenarnya dia hanya sedang mengorbankan dirinya untuk saya, seorang tamu yang mungkin harus dihormatinya.

Jadi inget cerita pada jaman nabi, nabi pernah mendapat seorang tamu dan kebetulan hidangan dirumah tidak cukup untuk dimakan bersama-sama. Akhirnya kalau tidak salah ingat lampu dimatikan sehingga saat tamu makan dia tidak tahu bahwa nabi tidak sedang makan karena tidak cukupnya makanan yang tersedia. Nabi sangat menghormati dan memuliakan sang tamu, bahkan kita diajari untuk menghormati tamu semaksimal yang kita mampu. Seperti halnya penerima tamu, si tamupun juga harus memuliakan tuan rumahnya, sehingga jika kita sedang bertamu hendaknya jangan menyakiti si tuan rumah dengan tidak meminum atau tidak mencicipi hidangan yang disediakan.

Saya belajar dua hal dari kejadian itu: musibah dan menghargai orang lain. Musibah yang terjadi pada diri kita atau teman kita menurut saya adalah bagian dari hidup kita yang sangt kompleks. Musibah bagian dari kehidupan kita, karena manusia tidak mungkin selamanya bahagia. Sama halnya dengan kabahagianpun merupakan bagian dari hidup kita, karena manusia tidak selamanya akan sedih. Menghargai orang lain adalah suatu kewajiban dan bukan pilihan lagi, karena kita akan dihargai orang ketika kita telah menghargai orang lain. Bagaimanapun perbuatan baik akan di balas dengan perbuatan baik, itu sudah menjadi hukum alam.
Continue Reading...
 

Site Info

Welcome to my blog, this blog after upgrade theme.

Text

Berjuang Untuk 'Nilai' Copyright © 2009 imma is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template @rtNyaDesign Design My Blog